MAKALAH OSEANOGRAFI DAN LINGKUNGAN
(ABKA555)
“CAHAYA
DAN BUNYI DALAM AIR LAUT ”
Dosen Pengajar :
Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M.Si.
Dr. DEASY ARISANTY, M.Sc.
Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M.Si.
Dr. DEASY ARISANTY, M.Sc.
Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
SITI JAINAH (A1A515027) A
SITI LINA PURNAWATI (A1A515028) A
SITI RAUDAH (A1A515029) A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena dengan rahmat, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah “Oseanografi dan Lingkungan” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penyusun
berterima kasih kepada Bapak Drs. H. Sidharta Adyatma, M.Si, Ibu Dr. Deasy Arisanty,
M.Sc. Selaku Dosen yang memegang mata
kuliah Oseanografi dan Lingkungan dan juga kepada rekan sekalian yang sudah
berkerjasama dengan baik dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna
dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai teori
Oseanografi, penyusun juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah di buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Banjarmasin,
12 Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB
I : PENDAHULUAN..................................................................... 1
1.1
Latar Belakang....................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah.................................................................. 2
1.3
Tujuan dan Manfaat Penulisan.............................................. 2
BAB
II : PEMBAHASAN........................................................................ 3
2.1.
Cahaya Bawah Air................................................................ 3
A. Iluminasi dan Penglihatan.................................................. 6
B. Visibilitas dan bawah air : Melihat dan
Dilihat.................. 8
C. Pengukuran........................................................................ 11
D. Warna dan di Laut.............................................................. 14
E. Radiai Elektromagnetik dan remtr sensing
lautan............... 17
2.2.
Bunyi Bawah Air.................................................................. 19
A. Karakteristik Utama Gelombang Bunyi di
Lautan............ 20
B. Laju Bunyi : Refraksi dan Jalur Bunyi............................... 22
C. Pengunaan Energi Akustik dalam Lautan.......................... 26
BAB
III PENUTUP.................................................................... 35
3.1
Kesimpulan............................................................................ 35
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 36
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik menjadi sumber berjalannya kehidupan dibumi bahkan diseluruh jagat rayaini. Tanpa ada cahaya kehidupan juga tidak ada, karena cahaya merupakan syarat/ diperlukan dalam proses fotosintesis tumbuhan. Jika tidak ada fotosintesis maka tumbuhan akan mati,jika tumbuhan mati maka hewan dan manusia juga mati. Cahaya dapat digunakan untuk melihat,belajar, mengembangkanilmu pengetahuan, menggunakan peralatan-peralatan, dapat mengukur jarak antar benda-benda angkasa,mengukur kedalaman laut,bahkan dapat mengintip benda angkasa yang tersembunyi dijagat raya yang sangat luas ini. Tingkat kecerahan adalah angka yang menunjukkan jarak penetralisasi cahaya matahari ke dalam kolom air laut, yang masih bisa dilihat oleh mata kita jika kita berada di atas permukaan air laut.
Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam perambatannya bunyi memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi bunyi yaitu ada sumber bunyi, medium, dan pendengar. Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar, getaran itu merambat melalui medium menuju pendengar. Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal, karena gelombang berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut, membentuk daerah bertekanan tinggi dan rendah (rapatan dan renggangan). Partikel yang saling berdesakan akan menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan molekul yang meregang akan menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua jenis gelombang ini menyebar dari sumber bunyi dan bergerak secara bergantian pada medium.
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cahaya dan bunyi di dalam air laut ?
2. Bagaimana cahaya bawah air di dalam air laut?
3. Bagaimana bunyi bawah air di dalam air laut?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Makalah ini dibuat bertujuan agar pembuat dan pembaca dapat lebih mengetahui mengenai cahaya dan bunyi di didalam air laut, yang mana membahas cahaya dan bunyi bawah air yang meliputi iluminasi dan penglihatan, visibilitas bawah air : melihat dan dilihat, pengukuran, warna dilaut, radiai elektromagnetik dan remotr sensing lautan dan karakteristik utama gelombang bunyi di lautan. Makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Oseanografi dan Lingkungan.
BAB
II
PEMBAHASAN
CAHAYA DAN BUNYI DI DALAM AIR LAUT
Manusia
umumnya biasa menganggap penglihatan lebih penting dari pada pendengaran.
Cahaya bergerak lebih cepat dan menembus atmosfer lebih jauh dari bunyi
sehingga kita dapat menggunakan penglihatan kita lebih baik dan umumnya radiasi
elektromagnetik dalam pengamatan ilmiah. Untuk hewan di laut, pendengaran
adalah indera terpenting. Bunyi melewati air dengan baik sehingga memungkinkan
pelacakan objek-objek (contoh, echo-sounding) dan transmisi informasi (contoh,
‘nyanyian’ ikan paus). Cahaya menembus air relatif pendek sehingga sebagian
besar lautan gelap.
2.1. CAHAYA BAWAH AIR
Cahaya adalah bentuk radiasi elektromagnetik yang bergerak dengan kecepatan yang mendekati 3 X 108 ms-1 dalam ruang hampa (berkurang menjadi 2,2 X 108 ms-1 dalam air laut). Oseanografer tertarik pada cahaya bawah air dalam konteks penglihatan dan fotosintesis. Ketika cahaya menjalar dalam air, intensitasnya berkurang secara eksponensial terhadap jarak dari titik sumber; Lihat Gb. 5.1, dan catat bahwa skala kedalaman dan intensitas cahaya pada (a) dan (b) yang berbeda. Kehilangan intensitas secara eksponensial disebut atenuasi. Hal ini disebabkan oleh dua hal:
Gambar 5.1 Hubungan
antara iluminasi dan
kedalaman lautan. (a) plot intensitas cahaya pada skala linear, hingga kedalaman 300 m. (b) plot
intensitas cahaya pada skala logaritma hingga kedalaman 1500 m. Kurva pada (a)
korespon ke ujung kanan garis diagonal terbawah pada (b), lihat penjelasan
teks. (The Open University, 1995).
1) Penyerapan:
Melibatkan konversi energi elektromagnetik ke bentuk lain yang biasanya energi
panas atau kimia (contoh, fotosintesis). Penyerap dalam air laut adalah:
a) Alga
(fitoplankton) menggunakan cahaya sebagai sumber energi untuk fotosintesis.
b) Bahan
organik dan inorganik dalam suspensi (selain
alga)
c) Senyawa-senyawa
organik terlarut (Bagian 5.1.4).
d) Air
Catatan: (a) dan (b) secara kolektif disebut seston (Bagian 6.1)
2) Penyebaran:
merubah arah energi elektromagnetik hasil multi refleksi dari partikel-partikel
tersuspensi. Penyebaran biasanya kedepan pada sudut yang kecil kecuali oleh
partikel yang sangat kecil, yaitu jalur penyebaran cahaya hingga sedikit
terdefleksi dari arah awal penyebaran. Jadi, semakin banyak yang tersuspensi
(air semakin keruh) akan semakin besar tingkat penyerapan dan penyebaran. Perairan
pantai cenderung keruh. Beban suspensi yang dibawa oleh sungai tetap dalam
kondisi tersuspensi, ini disebabkan oleh gelombang dan arus pasut yang juga
mengaduk sedimen yang terendap di dasar. Sungai mensuplai ke perairan pantai
dengan nutrien yang mendukung
pertumbuhan fitoplankton dan dengan senyawa-senyawa organik terlarut.
Sebaliknya, air cenderung jernih di daerah pertengahan laut terutama dimana
konsentrasi nutrien rendah dan produksi biologi kecil.
Gb.5.1 adalah
gambaran yang menunjukkan dua cara bagaimana pengurangan eksponensial iluminasi
terhadap kedalaman. Pada (a),gambar atas, skala horisontal untuk intensitas
cahaya adalah linear. Kurva
menunjukkan bagaimana pengurangan eksponensial intensitas cahaya matahari
terhadap kedalaman, walaupun pada air laut yang jernih, sekitar 250 m
intensitas cahaya berkurang sebesar tiga magnitud dari 1000 (103) W.
m-2 menjadi 1 W m. Pada (b),
gambar bawah, intensitas cahaya diplot dalam skala logaritma. Grafik menjadi linear sehingga dapat dilihat hubungan
antara iluminasi dan kedalaman untuk intensitas cahaya yang kurang dari 1 W m-2,
karena informasi antara 10 dan 0 pada skala
horisontal pada (a) ditambah menjadi antara 10 dan 10-13 pada
skala horisontal pada gambar (b). Perlu disadari bahwa garis kurva (a) menjadi
ujung kanan garis diagonal terendah di
(b) dan juga bahwa skala kedalaman pada
(a) dan (b) berbeda.
Pada diagram bawah (Gb.5.1(b)), garis vertikal yang
berwarna biru pucat menunjukkan perlunya intensitas cahaya untuk bermacam
fungsi. ‘Bentangan cahaya terang’ untuk ikan laut-dalam menunjukkan jumlah
minimum disiang hari dimana ikan dapat melihat. Interseksi dengan garis ‘air
laut yang jernih (cahaya matahari)’ pada titik sekitar 1250 m
menunjukkan bahwa di bawah kedalaman tersebut, ikan
tidak dapat melihat cahaya. Lebih banyak cahaya diperlukan untuk menarik
crustacea dan lebih banyak lagi untuk pertumbuhan fitoplankton. (sebagai
perbandingan, intensitas terendah yang dapat diterima oleh manusia adalah 10-12 W
m-2 untuk sumber cahaya kecil dan 10-8 – 10-9 W m-2 untuk sumber cahaya yang lebih terang.)
Zona yang teriluminasi dimana intensitas cahaya cukup
untuk produksi fotosintesis menyebabkan sejumlah pertumbuhan fitoplankton
disebut zona fotik (atau zona
eufotik). Semakin besar jernih air dan semakin tinggi matahari di langit, dan
semakin dalam cahaya menembus air maka semakin dalam fotosintesis dapat
terjadi. Zona fotik dapat mencapai kedalaman 200 m di air jernih laut lepas dan
berkurang hingga 40 m di paparan benua,
dan minimum 15 m di beberapa perairan pantai. Hanya pada dasar laut
cukup dangkal yang termasuk dalam zona fotik yaitu bottom-dwelling atau
tumbuhan bentik (contoh rumput laut)
dapat tumbuh atau semua tumbuhan hidup lautan yang terapung disebut planktonik. Panjang gelombang cahaya juga penting dalam proses fotositesis
(Bagian 5.1.4).
Antara zona fotik dan lantai laut terdapat zona afotik dimana tumbuhan tidak dapat
hidup lama karena intensitas cahaya yang tidak cukup untuk produksi
fotosintesis dan memenuhi kebutuhan respirasi (Bagian 6.1.3). Cahaya tidak
dapat menembus kedalaman di bawah 1000 m (Gb.5.1, soal 5.1(b)). Ini berarti
bahwa di seluruh lautan tidak terdapat cahaya luar. Cahaya yang tersedia
hanyalah dari ikan-ikan dan organisme yang
memiliki organ bioluminescent (menghasilkan cahaya) dan oleh
penjelajahan manusia yang menggunakan penyelaman dan peralatan lain. Istilah zona afotik kadang-kadang terbatas untuk
kedalaman di bawah 1000 m dimana tidak terdapat cahaya dan daerah antara
kedalaman tersebut dan zona fotik disebut zona
disfotik (atau dysfotik).
A. Iluminasi dan Penglihatan
Di zona fotik dan bagian atas zona afotik, benda-benda
di dalam laut diterangi oleh sinar matahari (atau cahaya bulan) yang
intensitasnya berkurang secara eksponensial terhadap kedalaman karena
diatenuasi oleh penyerapan dan penyebaran (Gb.5.1). Downwelling irradiance terdifusi yaitu tanpa arah karena penyinaran
cahaya pada suatu objek di bawah air tidak mengambil jalur terpendek dari
permukaan laut; dan cahaya tersebar jauh dari objek dan ke arahnya (Gb.5.2(a)).
Supaya objek terlihat, sinar yang keluar dari objek harus secara langsung karena
bayangan yang coherent hanya terbentuk jika cahaya langsung dari objek ke mata
atau kamera (Gb.5.2(b)).
Gambar 5.2 Diagram menunjukkan
perbedaan antara (a)
iluminasi tidak langsung permukaan bawah air oleh downwelling irradiance dan (b) kebutuhan
langsung penglihatan bawah air, dimana cahaya yang tersebar ke arah mata tidak
dapat difokus untuk membuat sebagian imej yang koheren. (The Open University, 1995).
Perbedaan antara penyinaran dan
penglihatan digambarkan pada Gb.5.3. Ikan disinari oleh cahaya tak berarah
tetapi bayangan ditransmisikan ke mata penyelam oleh cahaya langsung sehingga
ikan terlihat. Contoh lain adalah pada hari berkabut: pandangan sekitar tidak
terlihat tetapi tidak gelap atau anda
mengalami penyinaran bukan penglihatan.
Cahaya menyebar jauh dari objek yang
disinari oleh downwelling irradiance
akibat sebaran cahaya ke arah objek. Cahaya tersebar keluar dari jalur langsung
dari objek ke mata tidak semua ‘dikompensasi’ karena sebaran cahaya ke mata
tidak membentuk bayangan koheren, walaupun berasal dari objek. Jadi cahaya
langsung bersama dengan penglihatan merupakan subjek yang dapat memperbesar
atenuasi.
Gambar 5.3. Iluminasi dan penglihatan bawah air. Semakin
keruh air maka semakin besar atenuasi cahaya akibat penyerapan dan
sebaran dan semakin kurang iluminasi pada kedalaman tertentu, semakin pendek
jarak objek yang dapat dilihat. (The Open
University, 1995).
B. Visibilitas Bawah Air: Melihat
dan Dilihat
Visibilitas adalah mengenai
kontras. Suatu objek dapat terlihat karena mempunyai warna yang berbeda dengan
latar belakangnya atau berbeda kecerahan (atau keduanya). Kontras kecerahan lebih
penting dari perbedaan warna dalam lingkungan laut, kecuali di beberapa meter
zona fotik (contoh, dalam air jernih lingkungan karang tropis dimana perbedaan
warna sangat penting untuk pengenalan inter- dan intra-spesifik, kamuflase,
menghindari predator dst.). Pada kedalaman lebih beberapa meter, downwelling
irradiance tidak hanya teratenuasi oleh penyerapan dan penyebaran tetapi juga
menjadi monokromatik karena penyerapan selektif
panjang gelombang yang berbeda. Di tingkat sinar yang lebih rendah beberapa dunia bawah air, mata hewan yang
dapat membedakan warna dalam keadaan normal harus menggunakan sel penglihatan
malam yang lebih sensitif karena semuanya terlihat abu-abu.
Kontras
akan berkurang terhadap jarak, ini disebabkan karena: pertama, sinar dari objek
yang diamati teratenuasi oleh penyerapan dan penyebaran; kedua, ada sinar
matahari yang datang (atau sinar bulan) tersebar ke arah pengamat di sepanjang
jalur penglihatan. Ini menghasilkan ‘penutup sinar’, di belakang objek sehingga
tidak bisa dibedakan, hal ini berlangsung sampai “penutup sinar” tadi hilang
dari latar belakkang objek tersebut.
Medan yang cerah menjadi simetri pada kedalaman 250 m yang berarti bahwa
intensitas iluminasi mirip baik dilihat ke atas maupun ke bawah. Pada kedalaman
250-750 m, banyak ikan yang mempunyai bagian yang dihasilkan oleh
‘cermin-cermin’ yang terbentuk dari kristal guanine (senyawa nitrogen),
berfungsi secara vertikal bila ikan dalam posisi normal. Sinar akan direfleksi
oleh ‘cermin-cermin’ tersebut dengan intensitas yang.
sama
dengan latarnya sehingga tidak terjadi perbedaan/kontras. Ikan tersebut juga
mempunyai ventral photophone (organ bersinar) yang memecahkan siluetnya bila
dilihat secara vertikal dari bawah; sementara bagian dorsal berwarna hitam
untuk meminimalkan kontras bila dilihat vertikal dari atas, sebagai contoh
adalah ikan hatchet (Argyropelecus, Gb5.4).
Di bagian atas zona afotik hingga
kedalaman 1000 m yang juga disebut zona disfotik, Bagian 5.1 dimana masih
terlihat (Gb.5.1) banyak ikan yang mempunyai mata besar untuk memenuhi
intensitas cahaya yang kecil. Pada kedalaman yang lebih jauh lagi, organ yang
bersinar mempunyai pola yang berbeda pada ikan yang tergantung penglihatan dan
menjadi berwarna hitam non reflektif
yang seragam sehingga tidak disinari oleh sinar yang lain.
Dalam lingkungan ini, cahaya
digunakan sama seperti pada penggunaan warna dalam lingkungan daratan,
misalnya:
·
Untuk
menghindari predator terlihat besar, contoh dengan bantuan sinar di ujung sisi yang panjang;
·
Untuk
mengenali spesies dan/atau pasangannya;
·
Untuk
memberikan sinyal supaya suatu kelompok ikan dapat tetap bersama;
·
Untuk
memecahkan siluet bila dilihat dari bawah (lihat ikan hatchet, Gb.5.4, squid
dan beberapa crustacea);
·
Menarik
perhatian mangsa (Gb.5.4).
Gambar 5.4. Contoh ikan- ikan
dengan organ yang bersinar. Tujuh ikan di atas mewakili jumlah ikan terbesar
(beberapa mengandung sejumlah individu) yang menempati bagian teratas zona
afotik (terutama zona disfotik). Ikan tersebut kecil (ukurannya beberapa
sentimeter). Banyak spesies melakukan migrasi vertikal diurnal dari kedalaman
dalam orfe 600-2000 m disiang hari dan 100-500 m dimalam hari. Kedalaman yang
sesuai untuk perluasan migrasi berbeda untuk tiap spesies.
Contoh,
kedua ikan hatchet yang ditunjukkan (c dan g) hidup di kedalaman 400-600 m dan
sedikit migrasi vertikal (semua spesies ikan hatchet melakukannya), sementara
ikan-lantern (e) ditemukan di kedalaman 650 - 1700 m disiang hari dan naik ke
kedalaman 50 -300 m dimalam hari (dan di air yang lebih dingin ke permukaan).
Dua
spesies terbawah hidup di kedalaman 1500 – 3000 m dan lebih besar: panjang
kira-kira 1,5 m. keduanya menggunakan organ sinar sebagai daya tarik untuk
memangsa. Belut Gulper (h) mempunyai organ sinar pada ujung ekornya yang dapat
dibenkokkan ke mulutnya. Ikan angler mempunyai organ sinar (‘fishing lute’)
yang dihidupkan oleh bakteri dengan emisi sinar. (i) menunjukkan betina dewasa,
dengan jantan parasit, (j) terdapat di bawahnya, dan merupakan suatu adaptasi
kehidupan di kedalaman dimana pencarian pasangan paada waktunya dalam
lingkungan populasi yang kecil adalah sulit.
(a)
ikan-lantern, Vinciguerria attenuata;
(b) bristle-mouth, Cyclothone microdon;
(c)
ikan-hatchet, Argyropele cus gigas;
(d) ikan-lantern, Myctophum;
(e)
ikan-lantern, Lampanyctus elongatus;
(f) ikan naga, Bathophilus longipinnis;
(g)
ikan-hatchet, Argyropelecus affinis (gambar),
(h) belut gulper, Enrypharynx
pelecanoides;
(i)dan
(j) ikan agler laut-dalam, Ceratias holboelli.
Ikan-hachet,
Argyropelecus affinis, dilihat dari
bawah menunjukkan garis fotophore. Tiapnya mengandung filter warna magenta yang
memodifikasi emisi bioluminiscebt untuk menyesuaikan dengan distribusi spektra
cahaya siang hari dalam laut. Bioluminiscent A. affinis dari bawah. (The
Open University, 1995).
C. Pengukuran
Alat
yang digunakan untuk pengukuran cahaya bawah air terbagi dalam 3 kategori:
a. Beam transmissometer,
mengukur atenuasi cahaya paralel (eollimated) dari sumber intensitas yang
diketahui dalam jarak tetap. Rasio intensitas cahaya di sumber dan penerima
(dipisahkan oleh jarak yang diketahui) memberikan pengukuran langsung koefisien
atenuasi untuk cahaya langsung yaitu persentase kehilangan intensitas cahaya
(dalam desimal) per meter jarak.
b. Irradiance meter menerima
cahaya datang dari semua arah. Cahayar tersebut biasanya diterima oleh bulatan
teflon atau hemisfer yang mengukur cahaya ambient
downwelling dari permukaan yaitu downwelling irradiance. Dengan mengukur
intensitas cahaya pada kedalaman yang berbeda, koefisien atenuasi (dalam kasus
ini adalah koefisien atenuasi difusi) untuk downwelling irradiance tanpa arah
dapat ditentukan. Ini merupakan koefisien tepat untuk studi produksi utama
fotosintetik karena berhubungan dengan pengurangan eksponensial intensitas
downwelling irradiance dan selanjutnya terhadap kedalaman zona fotik.
Peningkatan kekeruhan sebanding dengan besarnya pengaruh cahaya langsung
daripada dengan cahaya yang tak langsung. Rasionya:
koefisien atenuasi(sin ar langsung)
koefisien
atenuasi difusi(sin ar
tidak langsung )
dapat kurang
dari 3 di laut lepas tetapi sebesar 10 atau lebih di estuary yang keruh.
c.
Turbiditas meter atau nephelometer mengukur langsung
penyebaran dalam air. Collimated beam menyinari volume air tertentu yang
menyebarkan cahaya ke segala arah. Penerima ditunjukkan di tengah volume
sebaran dan dapat dirotasi ke sekitarnya sehingga variasi dalam kehilangan
sebaran dengan arah relatif terhadap cahaya dapat ditentukan (Gb.5.5). Bila
tingkat sebaran berhubungan dengan jumlah materi tersuspensi dalam air,
nephelometer memberikan pengukuran jumlah turbiditas, yaitu konsentrasi materi
tersuspensi. Nephelometer digunakan untuk mengukur konsentrasi sedimen
tersuspensi di laut-dalam dan memberikan informasi mengenai distribusi dan laju
arus dasar.
d.
Secchi
disc adalah piring bulat yang rata dengan diameter 20-30
cm yang semuanya putih (Gb.5.6) atau dua kuadran dicat hitam dan dua kuadran
lagi putih. Dimasukkan ke dalam air dalam posisi horisontal sehingga tidak
kelihatan. Kedalaman bila hal ini terjadi disebut kedalaman Secchi dan tergantung pada kekeruhan air. Secchi disc
murah dan mudah dibuat dan telah lama digunakan oleh oseanografer sebagai alat
pengukur kecerahan yang cepat.
Gambar 5.5. Prinsip nephelometer.
Tube kolimasi di
depan sensor fotosel dapat diarahkan pada sebaran volume dari arah yang
berbeda. (The Open University, 1995).
Gambar 5.6. Secchi
disk. (The Open University, 1995).
Rumus
empiris sederhana memberikan informasi yang diambil dari kedalaman Secchi.
Dasar pengamatan vertikal piringan Secchi adalah:
Z
s
F
C
K (5.1)
Dimana:
Zs adalah
kedalaman Secchi;
C adalah
koefisien atenuasi untuk cahaya langsung
K adalah
koefisien atenuasi difusi untuk cahaya tidak langsung (biasa juga disebut
koefisien
extinction)
F adalah
faktor yang tergantung pada reflektivitas piringan dan latarnya, dan pengamat
mempunyai
persepsi kontras sendiri. Dapat sebesar 8,7 dalam air laut yang jernih
tetapi dapat
juga sebesar 6 dalam air estuari yang keruh.
Alasan mengapa kedalaman Secchi memberikan pengukuran jumlah dari dua koefisien adalah karena
piringan harus disinari (oleh downwelling irradiance dimana koefisien
extinction yang berhubungan), dan diamati (oleh sinar langsung dimana koefisien
atenuasi yang berhubungan). Hubungan empiris yang menyebabkan Secchi disc
digunakan untuk menghitung dua parameter yang berguna di bagian atas kolom air:
Kedalaman zona fotik = 3Zs (5.2)
Visibilitas horisontal bawah air = 0,7Zs (5.3.)
dimana
visibilitas diartikan sebagai jarak dimana kontras dari benda hitam menjadi nol
dan hilang. Visibilitas berhubungan dengan koefisien atenuasi, C, untuk cahaya
langsung (persamaan 5.1) yang lebih berpengaruh dari pada K yang disebabkan
oleh kekeruhan air (ingat analogi dengan hari berkabut pada Bagian 5.1.1).
Kotras bawah air dan juga visibilitas tergantung juga pada sudut pandangan:
visibilitas horisontal tidak harus sama dengan visibilitas penglihatan ke atas
atau ke bawah.
Faktor numerik
dalam persamaan 5.2 dan 5.3 berbeda (15-20%) di bagian lautan yang berbeda.
Akhirnya, perlu dicatat bahwa tidak ada temperatur ataupun salinitas air laut
yang mempunyai pengaruh terhadap fenomena ini: koefisien C dan K untuk air laut
yang jernih adalah sama seperti air murni.
D. Warna di Laut
Hewan merah terlihat merah
karena merefleksikan sinar merah dan satu- satunya sinar yang ada dari
downwelling irradiance di zona ‘twilight’
adalah biru-hijau (Gb.2.5 menunjukkan bahwa panjang gelombang yang lebih
panjang dari spektrum yang terlihat telah diserap di kedalaman 100 m). Jadi
hewan merah akan terlihat hitam (sama dengan hewan-hewan yang benar-benar
hitam) dan menjadi inconspicuous yaitu suatu keuntungan untuk predator dan juga
mangsa.
Pigmen karotenoid yang memberikan
warna merah mempunyai penyerapan maksimum dalam panjang gelombang yang diemisi
oleh kebanyakan organ-organ bioluminescent (fotofors). Ini berarti bahwa ikan
merah tidak akan terlihat dalam ‘headlamp’ yang menggunakan organ sinar untuk
mengiluminasikan mangsa seperti Diaphus (ikan lampu, Gb.5.4(d) dan (e)).
Beberapa ikan mempunyai organ
sinar yang menghasilkan sinar merah (contoh, Pachystomasi, ikan naga,
Gb.5.4(f)) dengan matanya mengandung pigmen visual untuk mendeteksi. Ikan
tersebut dapat melihat tanpa terlihat karena warna merah bukanlah kamuflase bila
sinar merah bersinar terhadapnya dan mata kebanyakan ikan beradaptasi untuk
menerima hanya panjang gelombang biru-hijau.
Diketahui bahwa atenuasi sinar
bawah air adalah hasil kombinasi penyerapan dan penyebaran. Penyebaran sinar
oleh partikel-partikel tergantung pada panjang gelombang dan tidak untuk
penyerapan. Prinsip penyerap dalam laut seperti terdaftar di Bagian 5.1,
menyerap panjang gelombang sinar yang berbeda dengan jumlah yang berbeda.
a. Alga:
Klorofil ‘terlihat’ hijau karena merefleksikan dengan baik pada pertengahan
spektrum visibel; dan terserap banyak dikedua ujungnya. Gb.5.7 mengandung
informasi yang mirip dengan Gb.2.5
tetapi dengan daerah panjang gelombang yang lebih sempit dan membandingkan
energi spektra radiasi solar yang mencapai kedalaman yang berbeda dalam tipe
air yang bervariasi. Singkatnya, cahaya biru-hijau (450-500 nm) menembus jauh
dalam laut lepas dan sekitar 35% dari cahaya pada panjang gelombang ini menuju
ke permukaan mencapai kedalaman 10 m. Dalam perairaan pantai yang keruh, cahaya
kuning-hijau (500-550 nm) menembus lebih jauh tetapi hanya 2% yang mencapai
kedalaman 10 m.
Kebanyakan alga mengandung pigmen
yang menyerap energi cahaya pada panjang gelombang yang lebih panjang dan
memindahkannya ke sistem klorofil. Jadi, cahaya dalam daerah panjang gelombang
dari 400 nm (ungu gelap) hingga 700 nm (merah tua) dijelaskan sebagai
photosynthetically active radiation (PAR). Tetapi kebanyakan organisme yang
berfotosintesis menggunakan panjang gelombang biru-hijau (450-500 nm) dan ditransmisi
oleh air laut yang jernih. Korelasi tersebut adalah hasil seleksi evolusi.
Gambar 5.7.Spektra energi pada kedalaman 10 m untuk: air murni
(0), air laut yang bening(1), rata-rata
air lautan(2), rata-rataair pantai(3), air pantai yang keruh(4).
Gambar kecil: spektrum energi pada kedalaman 100 m di air laut
yang bening(0), dibandingkan dengan yang 10 m dalam air pantai yang keruh(4).
Bandingkan gambar ini dengan Gb.2.5 dan 5.1 dan mewakili hanya sebagian kecil
spektrum pad Gb.2.5.
a. Materi partikulat: Pada
konsentrasi normal, partikel inorganik dan organik selain alga
menyerap dengan lemah tetapi tersebar dengan baik. Penyerapan yang sedikit
terutama dalam kisaran biru sehingga pengaruhnya cenderung tertutup oleh
senyawa organik terlarut.
b. Senyawa organik terlarut:
Dikenali sebagai substan kuning.
Gelbstoff, atau gilvin. Pada saat dekomposisi jaringan tumbuhan, bahan organik
terpecah menjadi CO2, senyawa inorganik nitrogen, sulfur dan
fosforus (nutrien) dan
zat humic kompleks.
Produk
metabolik ini menyebabkan air di
daratan berwarna kuning-coklat. Kemudian dibawa ke laut oleh sungai, tetapi
juga dihasilkan di laut oleh metabolisme plakton. Zat kuning banyak menyerap
pada panjang gelombang pendek (biru) yaitu akhir spektrum dan merefleksikan
dengan baik (penyerapan rendah) warna kuning- merah dan menjadi warna
karakternya.
c. Air: Air
terlihat biru karena penyerapan panjang
gelombang pendek (biru) di ujung spektrum relatif rendah sementara pada
panjang gelombang yang panjang (merah) adalah tinggi (Gb.2.5). Walaupun air
terlihat tanpa warna dalam jumlah sedikit, namun warna biru terlihat jelas
dalam air tropis yang jernih atau pada kolam renang yang bersih. Penyerapan
warna merah baik dimana tebal lapisan air tawar adalah 1 m dan akan menyerap
35% cahaya dengan panjang gelombang 680 nm.
Air laut yang tidak produktif
membawa sedikit atau tidak ada alga atau substan kuning. Karena itu ‘air tawar
berwarna biru’. Warna biru kadang- kadang disebut ‘warna padang pasir’ lautan
dan merupakan ciri khas kebanyakan air tropis. Untuk tahun-tahun belakangan
ini, sejumlah danau di Skandinavia,
Kanada dan tempat lain yang ‘mati’ (karena hujan asam) dan menjadi ‘biru tropis
yang indah’. Pada air yang produktif, warna merah diserap oleh air dan warna
biru diserap oleh substan kuning. Akibatnya ‘laut-hijau’, yaitu warna khas air
produktif lintang tengah.
Umumnya terdapat perubahan warna
dalam air di sepanjang batas-batas (Bagian 4.4.3), terutama dimana paparan air
terpisah dari air laut lepas. Paparan air biasanya membawa substan kuning dan
partikel tersuspensi dengan konsentrasi tinggi dibandingkan air laut lepas.
Jadi, diharapkan perpindahan dari hijau ke biru bila melewati air paparan ke
air dalam.
E. Radiasi Elektromagnetik dan
Remote Sensing Lautan
Remote sensing pasif
menggunakan panjang gelombang visibel dan dekat infra merah yang direfleksikan
dan juga radiasi panjang gelombang infra merah yang lebih panjang dan radiasi
gelombang micro untuk memperoleh informasi tentang warna (dan produksi biologi
dan kekeruhan), temperatur dan tutupan es di permukaan lautan (contoh, Gb.1.5,
1.6, 2.3 dan 4.15). Disamping itu juga memberikan informasi mengenai kekasaran
permukaan akibat angin, gelombang, pasut dan arus dan tipe awan dan jumlahnya
serta jumlah uap air di atmosfer.
Remote sensing aktif
melibatkan transmisi pulsa microwave (radar) dari pesawat terbang atau satelit
pada panjang gelombang beberapa cm, yang kemudian diikuti dengan pengukuran dan
analisis sinyal yang direfleksikan oleh permukaan. Teknik radar imaging
memberikan informasi mengenai kekasaran permukaan laut (pola gelombang dan
distribusi gelombang) dan tutupan es. Radar mempunyai kelebihan yaitu dapat
menembus awan dan mampu memberikan resolusi tinggi.
Seperti diketahui bahwa
radiasi elektromagnetik hanya mampu melewati
air dalam jarak yang pendek sehingga remote sensing dan fotografi aerial
memberikan informasi langsung hanya mengenai air di permukaan dan dekat
permukaan tergantung panjang gelombang; ditambah lagi gelombang dan pola ripple
dapat bervariasi berdasarkan batimetri yang kadang-kadang diperoleh dari citra
radar. Seperti halnya diatas, komunikasi radio tidak dapat dilakukan di bawah
air walaupun koefisien atenuasi untuk gelombang radio yang lebih panjang kurang
dari untuk cahaya. Komunikasi di bawah laut dapat dilakukan pada kedalaman beberapa
tens meter dengan menggunakan gelombang radio yang sangat panjang (frekuensi
yang sangat rendah, VLF) atau sinar laser dari satelit. Cahaya laser sangat
kuat dan dalam daerah panjang gelombang 450-500 nm (biru-hijau)yang dapat
menembus cukup jauh di bawah permukaan sebelum energinya hilang oleh atenuasi.
Tetapi ada batas penggunaan radiasi elektromagnetik di laut. Jadi, untuk kedua
jenis remote sensing dan komunikasi dalam laut adalah perlu menggunakan radiasi
akustik yang bergerak perlahan.
2.2. BUNYI BAWAH AIR
Walaupun Cahaya dan bunyi bergerak seperti gelombang, namun secara
fundamental keduanya berbeda. Seperti yang dinyatakan Pada Bagian 5.1, bahwa
cahaya adalah bentuk energi elektromagnetik dan terbentuk dengan efektif
melalui ruang hampa dan secara umum kurang baik dengan bertambahnya densitas
materi. Bunyi atau energi akustik melibatkan vibrasi materi sebenarnya yang
terbentuk baik melalui padatan dan larutan dan kurang baik dalam gas dan tidak
terbentuk dalam ruang hampa.
Singkatnya, bunyi adalah bentuk tekanan gelombang dan terbentuk oleh
vibrasi yang menghasilkan zona-zona alternatif kompresi (molekul- molekul
saling merapat) dan rarefaksi (molekul-molekul saling menjauh) (Gb.5.8(a)).
Semua bunyi hasil vibrasi (contohnya : vibrasi membran pembesar suara atau
vibrasi bunyi hewan laut-dalam). Gelombang- gelombang bunyi tidak sinusoidal
seperti yang kita ketahui sebagai gelombang normal, tetapi tekanan akustik naik dan turun secara sinusoidal (Gb.5.8(b)). Jadi,
gelombang bunyi dapat dikarateristik berdasarkan amplitudonya (pengukuran
intensitas atau besarnya bunyi) dan frekuensi (f) atau panjang gelombang (,
lambda), yang berhubungan dengan dibawah ini:
C = f ƛ
(5.4)
Gambar 5.8. Karakteristik
gelombang akustik. (a) Propagasi zona kompresi
dan ruang hampa alternatif. (b) Naik dan turunnya
sinusoidal tekanan akustik pada saat gelombang bunyi melaluinya. (The Open University, 1995).
A. Karakteristik Utama Gelombang
Bunyi di Lautan
Panjang
gelombang energi akustik di laut berkisar antara 50 m dan 1 mm. Ambil kecepatan
bunyi dalam air laut sebesar 1500 ms-1, ini berhubungan terhadap frekuensi dari 30 Hz
hingga 1,5 MHz. (sebagai perbandingan, frekuensi bunyi di atas 20kHz tidak
dapat didengar oleh telinga manusia normal.)
Bila energi akustik diemisikan
seragam ke segala arah oleh satu titik sumber di pertengahan suatu massa air
laut yang homogen, maka akan tersebar ke luar menghasilkan suatu permukaan
bulat dengan tekanan tetap, terpusat pada titik sumber. Intensitas akustik akan
berkurang dengan bertambahnya jarak dari titik sumber, hal ini sebagai hasil dari:
1.
Spreading
loss akibat penyebaran pada daerah permukaan yang luas.
Permukaan yang bulat proporsional dengan radius bulatan sehingga spreading loss
proporsional dengan jarak yang ditempuh. Spreading loss tidak tergantung pada
frekuensi (lihat Bagian 5.2.2). (Spreading loss yang bulat juga terjadi pada
cahaya yang tetapi atenuasi dalam air sangat berpengaruh terhadap jarak yang
pendek sehingga spreading loss kurang penting.)
2.
Atenuasi
akibat
penyerapan, yaitu konversi energi
akustik menjadi energi panas dan energi kimia; dan penyebaran akibat refleksi oleh partikel tersuspensi dan gelembung
udara. Penyebaran tidak tergantung frekuensi; tetapi tidak untuk penyerapan.
Pada frekuensi tinggi, penyerapan viskositas mendominasi (yaitu penyerapan
akibat viskositas air itu sendiri) dan dalam air tawar hal ini penyebab dominan
dari atenuasi oleh penyerapan dalam kisaran frekuensi (Gb.5.9). Tetapi dalam
air laut, frekuensi intermediate dan rendah, mekanisme secara prinsip dari
penyerapan disosiasi dari pasangan ion MgSO4 dan kompleks dari B(OH)3 (lihat
Bagian 6.3.1). Pasangan ion tersebut akan terpisah ke dalam unsur ion-ion pada
jalur gelombang bunyi. Proses ini juga mengekstrak energi dari gelombang bunyi
yang disebut ‘relaksasi’ oleh para akustik.
Pada frekuensi rendah (beberapa ratus Hz atau kurang), terlihat bahwa penyebab utama atenuasi oleh penyerapan adalah sifat tidak homogennya dalam kolom air
Gambar 5.9. Atenuasi energi
akustik sebagai fungsi
frekuensi dalam air
laut, menunjukkan
penyebab dominan atenuasi dan bagaimana ia berubah berdasarkan frekuensi. Kurva
pada diagram adalah untuk temperatur dan tekanan yang spesifik; atenuasi bervariasi menurut perubahan kondisi.
(dB=desibel, unit ukuran untuk intensitas bunyi) (The Open University, 1995).
B. Laju Bunyi: Refraksi dan Jalur Bunyi
Laju, c, gelombang
kompresional diberikan oleh:
axial mod ulus
densitas
|
Axial modulus
materi adalah pengukuran elastisitas dalam konteks kemampuan untuk memperoleh
bentuk asli mengikuti kompresi dan
resistan terhadap kompresi tersebut; jadi, axial modulus air lebih besar
dari udara. Axial modulus dan densitas air laut tergantung pada
temperatur, salinitas dan tekanan sehingga c menjadi fungsi yang agak kompleks
dari tiga variabel dalam lautan. Menaikkan temperatur air laut akan
menurunkan densitasnya sehingga dengan persamaan 5.5, kita dapat memperkirakan
laju bunyi, untuk menaikan laju bunyi dengan menaikan temperatur air. Pada
lapisan permukaan laut kenaikan temperatur sebesar 10C menyebabkan kenaikan c sekitar 3 m s-1. Seperti kita ketahui
kenaikan densitas menyebabkan densitas
menjadi lebih tinggi, sehingga dari persamaan 5.5, laju bunyi harusnya menurun
dengan kenaikan salinitas. Tetapi pertambahan salinitas turut meningkatkan
axial modulus (larutan menjadi kurang kompres), sehingga lebih berpengaruh dari
peningkatan densitas. Sebagai contoh, pada lapisan permukaan lautan, tiap
kenaikan 1 bagian per seribu salinitas akan menghasilkan kenaikan
c sebesar 1,1 ms-1 (laju bunyi
dalam air laut lebih besar dibandingkan dalam air tawar, lihat Tabel 5.1).
Pada saat laju
gelombang bunyi (seismik) meningkat terhadap kedalaman Bumi, begitu juga laju
gelombang akustik meningkat terhadap kedalaman lautan (kecuali pada jalur
bunyi). Kenaikan pada axial modulus terhadap tekanan lebih besar dibandingkan
peningkatan densitas dan c menjadi
lebih besar (persamaan 5.5). Penambahan pada kedalaman 100 m akan menghasilkan
penambahan tekanan sebesar 10 atmosfer (106 N m-2, Gb.4.3), dan pengaruhnya adalah
penambahan c sebesar 1,8 ms-1.
Pada bagian
teratas beberapa ratusan meter di bawah lapisan permukaan tercampur, yaitu
dimana perubahan temperatur sangat tajam (Gb.2.6-2.8), c diatur terutama oleh temperatur dan sedikit oleh salinitas dan
kedalaman. Di bawah termoklin permanen.
T dan S tidak banyak bervariasi sehingga tekanan menjadi pengatur dominan c.
Rumus empiris
untuk laju bunyi dalam air laut dengan kisaran temperatur 6
oC - 17 oC adalah:
c = 1410 + 4,21T – 0,037T2 + 1,14S + 0,018d (5.6)
dimana T dan S adalah temperatur dan salinitas dan d
adalah kedalaman (meter) dengan tekanan yang sesuai.
Gelombang akustik yang bergerak secara vertikal dalam laut tidak banyak
dipengaruhi oleh refraksi karena Gelombang akustik bergerak pada sudut yang
benar terhadap bidang batas antara lapisan densitas yang berbeda. Walau
bagaimanapun gelombang bergerak secara horisontal dapat menjadi subjek terhadap
refraksi karena gelombang akan bertemu dengan bidang batas tersebut pada sudut
yang rendah. Di daerah I dan III dari Gb.5.10(b), gelombang bunyi akan
direfraksi ke atas, karena laju bunyi berkurang ke
Gambar 5.10. (a) profil
temperatur di laut.
(b) profil laju
bunyi di laut.
Laju bunyi ditunjukkan
naik terhadap kedalaman dalam lapisan tercampur, daerah I (Gb.5.11) karena T
dan S konstan dan c diatur terutama oleh tekanan. Daerah II bertemu dengan
termoklin permanen (dan haloklin utama), dimana c diatur oleh perubahan T dan
S. Di bawah termoklin permanen, daerah III dengan laju bunyi yang diatur oleh
tekanan. (c) sketsa ideal ilustrasi refraksi di bidang batas dimana laju bunyi berubah. (i) refraksi ke atas (daerah I dan III); dan (i)refraksi ke bawah (daerah II). Hukum
snell adalah:
atas
(Gb.5.10(c)), sementara di daerah II gelombang bunyi akan direfraksi ke bawah
karena laju bunyi berkurang ke bawah (Gb.5.10(c)).
Jalur
yang dilalui oleh gelombang akustik ditentukan dari pengetahuan tentang nilai c
di lautan dan diagram sinar dapat dibuat seperti dalam Gb.5.11. Sinar-sinar
adalah garis-garis sederhana yang dibuat vertikal terhadap bentuk gelombang dan
mewakili arah bentukan. Perlu dicatat bahwa kebanyakan sinar terfokus pada
batas antara daerah II dan III, sementara terdapat zona bayangan pada
lingkungan batas antara daerah I
Gambar 5.11. Contoh diagram sinar untuk emisi bunyi dalam daerah II pada Gb.5.10(b), menunjukkan jalur bunyi dan zona bayangan. Zona bayangan ditunjukkan oleh sinar yang terbatas, direfleksi pada permukaan laut dan/atau direfraksi di batas antara daerah I dan II.
Gambar 5.12. Ilustrasi menunjukkan:
(a)
Spherical
spreading loss dari titik sumber seperti dalam jalur bunyi. Permukaan-
permukaan dengan tekanan akustik konstan adalah spehrical dan spreading loss
proporsional hanya pada r2.
(b)
Cylindrical
spreading loss dari titik sumber seperti dalam jalur bunyi. Permukaan-
permukaan dengan tekanan akustik konstan adalah cylindrical dan spreading loss
proporsional hanya pada r. (The Open
University, 1995).
dan II yang hanya ditembus oleh gelombang yang direfleksikan pada
permukaan lautan. Jalur dimana sinar terperangkap oleh refraksi di batas antara
daerah II dan III dikenali sebagai jalur
bunyi yang merupakan ‘guide
gelombang’ untuk bunyi di lautan. Spreading loss untuk energi yang
diemisi dalam jalur bunyi proporsional hanya terhadap jarak yang dilalui. Hal
ini disebabkan oleh karena energi terikat oleh jalur bunyi untuk menyebar
keluar terutama di dua dimensi horisontal. Jadi permukaan dengan tekanan akustik
yang konstan adalah berbentuk silinder bukan bulatan (Bagian 5.2.1, item 1),
dan daerah permukaan yang melengkung pada silinder proporsional terhadap jari-
jarinya (Gb.5.12). Informasi yang didapat pada Gb.5.11 dan 5.12 penting dalam
penggunaan energi akustik di laut.
C. Penggunaan Energi Akustik dalam Lautan
Kerugian utama dalam menggunakan
gelombang bunyi dibandingkan gelombang cahaya adalah gelombangnya lebih besar
(frekuensi rendah) yang berarti resolusinya kurang; yaitu objek yang kecil yang
dapat dibedakan (kira-kira tiga panjang gelombang) terlihat sangat besar.
Frekuensi dan panjang gelombang secara terbalik saling proporsional (persamaan
5.4 dan Gb.5.9): semakin tinggi frekuensi, semakin pendek gelombang dan
sebaliknya. Untuk resolusi maksimum dengan sistem akustik bawah air, frekuensi
tertinggi yang memungkinkan digunakan. Tetapi walaubagaimanapun Gb.5.9
menunjukkan bahwa atenuasi tergantung
pada frekuensi.
Atenuasi
paling tinggi pada frekuensi tinggi (gelombang pendek) dan rendah pada frekuensi
rendah (gelombang panjang). Contoh, kehilangan dari atenuasi adalah sebesar 5%
per nautical mile (3% per km) pada 5 kHz, meningkat hingga 90% per nautical
mile (70% per km) pada 30 kHz. Jadi, mempertahankan atenuasi menjadi minimum,
frekuensi yang digunakan harus serendah mungkin. Walaupun demikian, diketahui
bahwa untuk resolusi maksimum diperlukan frekuensi tinggi yang mungkin digunakan. Para desainer sistem akustik yang
digunakan dalam lautan harus berkompromi tergantung kisaran atau resolusi yang
lebih penting.
Ø
Aplikasi Energi Akustik di Lautan
Terdapat empat kategori utama:
1. Sistem
akustik pasif:
Melibatkan penggunaan alat-alat penerimaan, hidropon, untuk mendengar bunyi
yang ada seperti yang diemisikan oleh ikan-ikan paus, ikan, atau kapal selam.
Analisis spektra frekuensi ‘bunyi’ biasanya membantu identifikasi sumbernya.
Tiga kategori berikut
adalah dalam sistem akustik aktif.
2.
Sonar (Sound Navigation And
Ranging): Berupa
sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air
(seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik
bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan
untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung
atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan). Ini adalah prinsip
echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-kapal sebagai bantuan
navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45 o vertikal
tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau
studi lanjujt dasar laut) lebar sinar
yang digunakan kurang 5o dan arahnya daapat divariasikan. Catat bahwa
walaupun Gb.5.10 menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada
laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c
dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan
menambah keburukan resolusi. Teknik echo-sounding untuk
menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar
seperti Sea Beam dan Hydrosweep yang merupakan sistem
echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal
penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail.
Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed
Oceand Bottom Instrument) menghasilkan
fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau
microwave. Echo-sounding banyak juga digunakan oleh nelayan karena ikan
menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Gb.5.13).
Sonar banyak digunakan dalam aplikasi militer terutama dalam perang bawah
laut; dan banyak hewan laut yang mempunyai mekanisme tipe sonar untuk lokasi
echo mangsanya atau individu lain dalam suatu grup seperti juga identifikasi
dan komunikasi. Ikan paus dan lumba-lumba terkenal dengan kemampuan saling
berkomunikasi di laut menggunakan jalur bunyi. Dikatakan bahwa lumba-lumba juga
mampu membunuh mangsanya dengan energi
akustik yang kuat dan tiba-tiba; sementara squid dan octopus berevolusi,
menjadi tuli sebagai perlindungan terhadap penyerangan bunyi.
Akustik impedance adalah pengukuran sifat
akustik materi dan menentukan baik tidaknya ‘sasaran’ untuk sistem sonar:
impedance,
Z c
jadi akustik impedance air
laut adalah sekitar:
1,03 x 103 kg m-3 x1500 m s-1 = 1,55 x 106 kg m-2 s-1
(5.7)
refleksi energi akustik
hanya terjadi pada bidang batas antara dua media yang berbeda akustik
empedance. Untuk refleksi normal ke bidang batas, reflektivitas, R adalah
dimana Z1 dan Z2 adalah akustik impedance dua materi di tiap bagian bidang batas.
Gambar 5.13. Sonogram
(50 kHz) menunjukkan dua lapisan sebaran. Skala kedalaman
dalam meter dan skala horisontal adalah waktu harian. Band teratas
dimana termoklin dengan struktur temperatur (independen tetapi ditentukan
secara simultan) tumpang tindih pada
kontur 0,1oC.
(kontur terbesar 10,9 oC).
Penyebaran pada termoklin akibat backscatter
yang disebabkan oleh perubahan akustik impedance yang berasosiasi dengan
perubahan temperatur dan densitas. Penyebaran yang kurang koheren di bawah
termoklin adalah akibat ikan dan zooplankton. Semakin
rendah dan biasa lapisan penyebaran (250-300 m) dipercaya karena zooplankton Meganactyphanes norvegica yaitu jenis
yang memperhitungkan migrasi vertikal diurnal. Garis zig-zag adalah jejak probe
konduktivitas-temperatur-densitas (CTD) yang digunakan dengan mode ‘yo-yo’. (The Open University, 1995).
Reflektivitas
maksimum bila Z1
- Z2 besar.
Tabel 5.1 memberikan harga c, Z dan R tertentu untuk beberapa materi umum.
Tabel 5.1 Properti akustik beberapa
material biasa. (The Open University,
1995).
Material
|
Kecepatan material
c (ms-1)
|
Akustik impedance
Z=c (x106)
|
Reflektivitas dalam air laut
R(%)
|
Udara (20 oC)
Air tawar (15 oC) Air laut(35%o,15oC)
Daging ikan basah Tulang
ikan basah
Besi Tembaga Aluminium
Perspex Karet Beton
Dinamit Kuarsa Lempung
Sandstone Basalt
|
343
1481
1500
~1450
~1700
6100
4700
6300
2570
1990
3100
5925
5750
~3000
~3300
~6000
|
0,000415
1,48
1,54
1,6
2,5
47
40
17
3,06
1,81
8
16,0
15,3
7,7
~7,6
~16,8
|
100
-
-
1,9
24
94
92
83
33
8
68
82
82
67
67
84
|
3. Telemetry dan Tracking:
Lokasi dapat dikenali dan objek dilacak di laut jika dilengkapi dengan
peralatan transmisi akustik. Ini adalah dasar teknologi Sofar (SOund Fixing And Ranging), digunakan secara meluas untuk
tujuan militer seperti mencari lokasi kapal selam, pesawat terbang yang rusak
dan kapal laut yang tenggelam. Penggunaan ilimiah melibatkan statistik arus
bawah permukaan dengan alat apungan dengan sumber akustik. Densitas sofar floats dapat disesuaikan sehingga
terdapat gaya apung netral di kedalaman tertentu (yaitu turun hingga kedalaman
tersebut dan tetap berada disitu karena densitasnya sama seperti air disekitarnya) dan bergerak pasif dalam arus
di kedalaman tersebut. Jika mengemisi sinyal dalam jalur bunyi maka dapat
diamati dengan hidropon sejauh ribuan kilometer.
Dalam tracking,
transmisi dari sofar float dapat digunakan untuk memberikan informasi lain.
Contohnya, jika alat pendeteksi temperatur dibuat untuk mengatur frekuensi
sinyal yang ditransmisi atau interval
antara suksesi sinyal, data temperatur dapat diberikan. Ketepatan sofar tergantung pada pengetahuan tetang
laju bunyi di laut terutama dalam jalur bunyi. Gb.5.10 dan 5.11 dianggap mewakili
situasi ideal secara teori. Kenyataannya, faktor-faktor termasuk didalamnya
musiman dan fluktuasi temperatur dan salinitas dalam waktu dan ruang
berpengaruh variasi kedalaman
jalur bunyi. Tetapi adalah penting mengingat
bahwa gelombang bunyi (sinar) yang ‘bocor’ dari jalur bunyi cenderung
direfleksi atau direfraksi kembali kedalamnya (Gb.5.11): bunyi di laut bergerak
dengan sedikit kehilangan dalam jalur
bunyi dan alat sofar bekerja baik dalam atau dekat jalur tersebut. Dengan
alasan inilah, struktur laju bunyi pada jalur bunyi dipetakan dengan jelas
untuk beberapa bagian lautan dari pengukuran langsung dan dari komputasi yang
menggunakan persamaan seperti persamaan 5.6 dengan ribuan pengukuran T dan
S selama bertahun-tahun. Gb.5.14 adalah
hasil satu kompilasi data tersebut.
Gambar 5.14. Bagian Utara-Selatan
struktur jalur bunyi
di Atlantik dengan
30,5 o W meridian. Laju bunyi dalam ms-1
dan sumbu jalur bunyi ditunjukkan oleh
garis biru tebal yang putus-putus. Kontur laju yang sama berdasrkan data
rata-rata tahunan (struktur dekat permukaan di atas sumbu lintang tengah adalah
subjek variasi musiman). Lihat kenaikan laju bunyi di atas dan di bawah sumbu
jalur bunyi, Gb.5.11. (The Open
University, 1995).
4.
Pengukuran arus: Bunyi dapat digunakan
untuk mengukur kecepatan arus dengan mengeksploitasi Doppler effect dimana
frekuensi bunyi yang diukur dipengaruhi oleh gerakan relatif antara sumber
akustik dan titik pengukuran. Narrow-beam echo-sounder ditargetkan pada volume
air tertentu dan perpindahan frekuensi antara
gelombang bunyi yang
diemisi oleh hidropon
dan yang disebarkan kembali oleh pastikel-partikel
air diukur. Perpindahan frekuensi Doppler ini sesuai terhadap laju arus yang
dapat ditentukan. Sejak akhir 1980-an, profil akustik arus Doppler (ADCPs)
digunakan untuk pengukuran kecepatan arus terhadap kedalaman yang kontinu
dimana kapal dalam keadaan bergerak.
Ø Akustik
Noise
Bila sinyal khusus akustik diemisi dan didengar
seperti aplikasi 2 dan 4 di atas, energi akustik di laut dianggap sebagai noise yang perlu didengar (analog
dengan cara ‘atmosfer’ dapat menutupi sinyal lemah dari sumber radio yang jauh)
membesarkan sinyal yang lemah supaya dapat didengar di atas noise hanya akan
meningkatkan sinyal dan noise backgraound; ditambah lagi reverberation (multi refleksi oleh partikel-partikel dalam air dan
di batas-batas lautan) dapat menjadi masalah yang besar. Beberapa noise pada
sistem akustik dapat disebabkan oleh sirkut listriknya atau oleh sistem listrik
kapal; kapal dapat menjadi sumber noise mekanik dari mesin dan peralatan
lainnya. Noise ambang dihasilkan dalam laut itu sendiri terbagi dalam
dua kategori: fisika dan biologi. Noise fisika disebabkan oleh angin dan
mempunyai kisaran audibel frekuensi (10-104 Hz): yang termasuk di dalamnya bunyi
gelombang dan ledakan gelembung-gelembung air, hujan, gerakan es dan pergerakan
sedimen di dasar laut. Noise biologi dihasilkan oleh komunikasi ikan paus dan
lumba-lumba, aktivitas beberapa krustacea (contoh, udang menjepit) dan
ikan-ikan tertentu.
Kebanyakan biologi noise dihasilkan dan dideteksi oleh
hewan laut pada frekuensi rendah, yaitu kurang 50 Hz; sistem garis lateral
seperti beberapa ikan sangat peka pada frekuensi rendah. Hanya hewan-hewan yang
mempunyai reseptor auditori khusus yang dapat menggunakan bunyi untuk
komunikasi, dan pada beberapa ikan laut-dalam reseptornya adalah sirip untuk
berenang yang biasanya digunakan untuk mengapung.
Ø Akustik
Oseanografi
Sejak awal 1970-an terdapat keuntungan dalam aplikasi teknik akustik
terhadap penyelidikan perubahan massa air yang pendek dan skala yang bervariasi
dari struktur mikro ke front dan eddy dan juga
ke fenomena skala cekungan. Akustik Tomografi telah digunakan untuk menyelidiki
front dan mengenali dan melacak eddy mesoskala (Bagian 4.4.4). Metode tersebut
tergantung kenyataan bahwa eddy individu mempunyai temperatur yang
berbeda dari air sekitarnya dimana terdapat eddy panas dan eddy dingin.
Laju bunyi antara sumber akustik dan penerimanya akan berubah bila suatu eddy
lewat. Turunnya temperatur menyebabkan penurunan laju bunyi (Bagian
5.2.2), sehingga waktu jelajah akan bertambah. Percobaan melibatkan seluruh
sumber akustik yang terikat dan penerima untuk mengamati suatu ‘volume’ lautan
yang seluas 300-1000 km. Waktu jelajah pulsa akustik dari tiap sumber harus
diukur di tiap penerima sehingga set data banyak dan analisis membutuhkan
kemampuan komputer.
Kapal laut konvensional yang berdasarkan pengukuran temperatur dan
kecepatan arus harus dilakukan pada daerah-daerah yang diinginkan. Waktu jelajah akustik dipengaruhi oleh
properti air dimana dilalui oleh bunyi dan arus yang membawa air tersebut. Jadi
jelas bahwa arus yang bergerak dengan bunyi akan mengurangi waktu jelajah dan
yang bergerak berlawanan akan mempunyai waktu jelajah yang bertambah.
Pada awal 1990-an, oseanografer di USA dan Eropa mengeluarkan proposal yang kontroversial untuk percobaan
akustik berskala sangat besar (cekungan lautan) untuk melacak dan mengamati
pengaruh pemanasan global (Bagian 2.1) di lautan. Idenya adalah kesederhanaan untuk mengukur waktu jelajah pulsa akustik
yang ditransmisi melalui jalur bunyi dari satu atau lebih berada ribuan
kilometer di Atlantik Utara dan Samudra Pasifik.
Laju bunyi dalam air tergantung pada temperatur (Bagian 5.2.2). Pemanasan
yang progresif yang regional atau global terdeteksi dengan berkurangnya waktu
jelajah antara sumber-sumber dan penerima secara kumulatif. Pulsa akustik harus berada dalam frekuensi rendah
untuk meminimalkan atenuasi (Bagian 5.12) dan terletak alasan utama
kontroversi. Beberapa para biologi laut menyatakan bahwa volume tinggi (190
desibel) frekuensi rendah (60-90 Hz) pulsa akustik dapat membahayakan ikan paus
dan mamalia laut lainnya yang tergantung pada bunyi untuk komunikasi jarak
jauh. Isu ini belum terpecahkan tetapi beberapa percobaan dan peralatan memerlukan biaya yang banyak
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
v Cahaya dan semua bentuk
radiasi elektromagnetik bergerak pada laju 3X108 ms-1 dalam ruang hampa (2,2X108 ms-1 dalam air
laut). Cahaya yang melalui air menjadi subjek penyerapan dan penyebaran, dan
intensitasnya berkurang secara eksponensial terhadap jaraknya dari sumber.
Cahaya matahari yang cukup untuk fotosintesis tidak dapat menembus lebih dari
kedalaman 200 m dan memberikan batas untuk zona fotik (atau eufotik) dimana di
dalamnya terbentuk hasil utama fotosintesis. Batas zona afotik adalah dari
dasar zona fotik hingga ke dasar laut. Cahaya matahari menembus kedalaman
1000 m bagian
atas zona afotik;
di bawahnya adalah laut yang
gelap. Downwelling yang terkena cahaya matahari atau cahaya bulan yang
menyediakan cahaya langsung (difusi) yang dibutuhkan cahaya langsung : cahaya
harus bergerak langsung dari objek ke mata untuk terbentuknya bayangan yang
koheren. Cahaya langsung mempunyai atenuasi yang besar dari pada cahaya tidak
langsung.
v Visibilitas bawah air
tergantung pada kontras yang merupakan fungsi dari kecerahan objek atau
reflektivitas dan atenuasi terhadap jarak. Di bawah kedalaman beberapa meter,
cahaya bawah air menjadi monokromatik sehingga kontras adalah hal perbedaan
intensitas cahaya dan bukannya warna. Di bagian yang lebih rendah pada zona afotik dimana banyak ikan
mempunyai organ bioluminescent (fosfor), cahaya digunakan dengan cara yang sama
seperti penggunaan warna di darat untuk pengenalan inter- dan intraspesifik,
kamuflase, menghindari predator dst.
v Beam transmissometer
digunakan untuk menentukan koefisien atenuasi (C) cahaya langsung sementara
meter irradiance menentukan koefisien atenuasi terdifusi (K) downwelling irradiance tidak langsung. Nephelometer
mengukur penyebaran dan dapat digunakan
untuk menetukan konsentarsi partikulat dalam air. Secchi disk adalah alat
sederhana untuk mengukur kecerahan air. Dengan menggunakan persamaan empiris
yang sederhana, pengukuran dapat digunakan untuk memperhitungkan visibilitas
koefisien atenuasi dan kedalaman zona fotik.
v Air menyerap gelombang
panjang spektrum elektromagnetik sehingga air terlihat biru. ‘Substan kuning’
dan partikel-partikel tersuspensi menyerap gelombang pendek sehingga air keruh
cenderung terlihat kuning sementara air laut yang produktif berwarna hijau
klorofil. Pada air jernih, 35% cahaya biru-hijau menembus kedalaman 10 m. pada
air keruh, 2% cahaya kuning- hijau menembus kedalaman 10 m. Fotosintesis tidak
terjadi dalam air keruh.
v Remote Sensing pasif laut
menggunakan visibel yang direfleksi dan
diradiasi, info merah dan radiasi microwave untuk menentukan properti seperti
temperatur permukaan dan warna air. Remote sensing aktif menggunakan teknik
mikrowave imaging radar untuk memperoleh informasi kondisi permukaan laut.
Radiasi elektromagnetik tidak dapat menembus jauh ke dalam air sehingga remote
sensing dengan spektrum elektromagnetik dapat memberikan informasi langsung
hanya mengenai air permukaan dan dekat permukaan tergantung panjang gelombang;
dan komunikasi radio tidak dapat dilakukan di bawah permukaan laut.
v Bunyi yang melalui air
bergerak lebih lambat dari cahaya, tetapi dapat bergerak lebih jauh sehingga
digunakan untuk remote sensing dan
komunikasi di laut. Frekuensi di laut adalah 30 Hz – 1,5 MHz. Intensitas bunyi
berkurang terhadap jarak dari sumber karena dua proses : (a) spreading loss
akibat tersebar di (i) permukaan yang bulat (proporsional kehilangan terhadap
jarak- jarak), atau (ii) permukaan silinder (proporsional kehilangan terhadap
jarak), seperti dalam jalur bunyi; dan (b) atenuasi akibat (i)penyerapan oleh air dan reaksi yang
melibatkan unsur-unsur terlarut seperti disosiasi B(OH)3 dan MgSO4 (peningkatan
atenuasi dengan meningkatnya frekuensi dan frekuensi tinggi teratenuasi dengan
cepat), dan (ii) penyebaran yaitu terefleksi oleh partikel- partikel tersuspensi.
v Laju bunyi dalam air laut,
c, bertambah dengan bertambahnya axial modulus air laut dan berkurang bila
densitas bertambah; sekitar 1500 ms-1. Temperatur naik sebesar 1 0C akan
menyebabkan penambahan kecepatan sebesar 3 ms-1. Peningkatan salinitas sebesar 1
menyebabkan penambahan kecepatan sebesar 1,1 ms-1. Peningkatan tekanan sama dengan
peningkatan kedalaman 100 m dan menyebabkan penambahan sekitar 1,8 ms-1. Laju bunyi
mencapai minimum di permukaan dan dalam jalur
bunyi.
v Sonar digunakan untuk
penentuan kedalaman, pemetaan dasar laut, dan lokasi objek terutama ikan dan
kapal selam; banyak hewan laut menggunakan teknik yang sama. Kemampuan
echo-sounding tergantung pada impedance akustik: semakin baik kontras impedance
antara air dan material objek yang dicari, maka akan semakin baik ‘target’ yang ada.
v Sofar digunakan untuk
lokasi jarak jauh dan juga untuk tracking terutama akustik buoyant netral yang
mengapung di dalam dan dekat jalur bunyi. Untuk menetapkan posisi alat Sofar
perlu diperhitungkan variasi laju bunyi dalam laut dengan akurat. Sumbu jalur
bunyi terletak antara kedalaman 0,5 dan 1,5 km, lintang 60 oN dan S.
Keatas lagi ke arah kutub dari lintang tersebut tidak terdapat jalur bunyi lagi.
v Di sebarang sistem
penerima akustik terdapat noise latar akibat bunyi ambient yang keluar dari
alat, sumber-sumber fisik dan biologi; dan reverberasi akibat multi refleksi,
penyebaran oleh partikel dan pada batas-batas
lautan.
v Persamaan akustik
oseanografi menggunakan pengaruh temperatur dan properti lain pada laju dan
atenuasi bunyi dalam air laut untuk melacak dan mengamati perubahan jangka
pendek di dalam dan antara massa air pada skala ranging dari mikrostruktur
hingga cekungan laut.
DAFTAR
PUSTAKA
Supangat,
Agus., dan Susana. 2003. Pengantar Oseanografi, Pusat Riset Wilayah Laut dan
Sumberdaya Non-hayati Badab Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Hutabarat,
Sahala., dan Stewart M. Evans. 2006. Pengantar
Oseanografi. Penerbit Universits Indonesia (UI-Press). Jakarta
Murtono.2008.
Konsep cahaya dalam alquran dan sains. Jurnal bussines ready pdf. Vol IV, No.2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar