Jumat, 27 Oktober 2017

MAKALAH OSEANOGRAFI SALANITAS LAUTAN

MAKALAH
OSEANOGRAFI DAN LINGKUNGAN
(ABKA555)
 “SALINITAS LAUTAN”


 


Dosen Pengajar :
Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M.Si.
Dr. DEASY ARISANTY, M.Sc.

Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
SITI JAINAH (A1A515027) A
SITI LINA PURNAWATI (A1A515028) A
SITI RAUDAH (A1A515029) A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN

2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah “Oseanografi dan Lingkungan” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penyusun  berterima kasih kepada Bapak Drs. H. Sidharta Adyatma, M.Si,  Ibu Dr. Deasy Arisanty, M.Sc. Selaku  Dosen yang memegang mata kuliah Oseanografi dan Lingkungan dan juga kepada rekan sekalian yang sudah berkerjasama dengan baik dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai teori Oseanografi, penyusun  juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah  yang telah di buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.




                                                                        Banjarmasin, September 2017
                                                                        Penyusun



DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................         ii
Daftar Isi........................................................................................................         iii

BAB I    : PENDAHULUAN.....................................................................          1
1.1 Latar Belakang.......................................................................          1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................          2
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan..............................................          2

BAB II   : PEMBAHASAN........................................................................          3
2.1 Kekonstanan Komposisi........................................................          5
2.1.1 Perubahan Akibat Kondisi Lokal...................................          5
2.1.2 Garam dari Air Laut.......................................................          6
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Salinitas Air Laut...          8
2.2 Variasi Salinitas.....................................................................          9
2.2.1 Distribusi Salinitas Terhadap Kedalaman......................          9
2.2.2 Distribusi Salinitas Permukaan.......................................          15
2.3 Pengukuran Salinitas..............................................................          18
2.3.1 Metode Kimia dalam Pengukuran Salinitas...................          19
2.3.2 Metode Fisika dalam Pengukuran Salinitas...................          20
2.3.3 Definisi Resmi Salinitas.................................................          21


BAB III : PENUTUP..................................................................................          23
3.1 Kesimpulan............................................................................          23

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................          v

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Salinitas laut adalah jumlah kadar garam yang terdapat dalam air laut. Salinitas berpengaruh terhadap kehidupan organisme perairan. Setiap daerah perairan di bumi ini memiliki salinitas yang berbeda-beda. Garis yang menghubungkan kadar salinitas yang sama dalam peta dinamakan isohaline. Salinitas  dipermukaan  sangat  khas dan berfariasil.  nilai-nilai  salinitas pada  permukaan dipengaruhi oleh proses fisik  yang terjadi di perairan. Salinitas  akan meningkat  karena penguapan  dan pembekuan.  Salinitas  akan menurun akibat hujan,  aliran sungai,  dan mencairnya es.  Perbedaan antara  penguapan dan curah hujan di lintang menyebabkan  terjadinya perbeberbedaan tersebut.  Penurunan  salinitas  permukaan dekat khatulistiwa disebabkan oleh curah hujan yang lebih besar atau tinggi (Millero dan Sohn, 1992).

Distribusi Salinitas Secara Horozontal yakni Semakin ke arah lintang tinggi maka salinitas akan ikut bertambah tinggi. Untuk itu daerah yang ada disekitaran Khatulistiwa (laut tropis) salinitasnya lebih rendah dibandingkan salinitas yang ada di laut subtropis. Perlu kita ketahui bahwa daerah yang mempunyai salinitas tertinggi yaitu berada di daerah yang mempunyai lintang 30°LU dan 30°LS.

Distribusi vertikal salinitas  lebih rumit daripada distribusi suhu. Di atas laut, di daerah tropis dan subtropis dan bagian dari daerah subkutub, suhu mendominasi stabilitas vertikal (profil densitas). Di laut dalam, di bawah lapisanpynocline, suhu juga didominasi oleh salinitas. Oleh karena itu, air hangat (densitas rendah) umumnya ditemukan di lapisan atas dan air dingin (densitas tinggi) di lapisan yang lebih dalam.Salinitas dapat memiliki struktur yang jauh lebih vertikal, mulai dari rendah ke tinggi, tanpa membuat vertical terbalik.

 

 

 

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apa saja factor – factor yang mempengaruhi salinitas di lautan ?

2.      Bagaimana distribusi salinitas (kadar garam) di laut secara horizontal (permukan) dan vertical (kedalaman) ?

3.      Seperti apa metode pengukuran salinitas dilautan ?

 

1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan

Makalah ini dibuat bertujuan agar pembuat dan pembaca dapat lebih mengetahui mengenai salinitas di lautan, baik itu factor yang mempengaruhinya, distribusi salinitas di lautan secara horizontal dan vertikan serta bagaimana metode pengukuran tingkat salinitas di lautan. Makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Oseanografi dan Lingkungan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

(SALINITAS LAUTAN)

Konsentrasi rata-rata garam terlarut di lautan (S) adalah 3,5% terhadap  berat atau dengan bagian per seribu menjadi 35 o/oo. Sekarang salinitas diekpresikan dalam rasio (Bagian 3.3.3) sehingga dalam bab ini , hanya akan dibahas dengan menggunakan angka. Tabel 3.1 adalah daftar 11 ion utama yang membentuk 99,9% unsur terlarut air larut. (Dalam banyak hal konsentrasi dinyatakan sebagai bagian per seribu atau gram per kg (g kg-1) atau gram per liter (g l-1) diasumsikan sebagai satu liter air laut seberat satu kg).
Dalam air permukaan lautan, kisaran salinitas adalah 33-37 tetapi bila paparan-paparan laut dan kondisi lokal kisaran melebar menjadi 28-40 atau lebih. Air Payau mempunyai salinitas kurang dari 25 sementara air hipersalin lebih besar dari 40.

Tabel 2.1 Konsentrasi rata-rata ion-ion utama dalam air laut dalam bagian per seribu (g kg-1 atau gl-1) (The Open University, 1995).

Ion
o/oo terhadap berat

Klorida, Cl-
Sulfat, SO42- Bikarbonat, *HCO3- Bromida, Br-
Borat, H2BO3- Florida, F-

Sodium, Na+
18,980
2,649
0,140
0,065
0,026
0,001


10,556



Total ion-ion negatif(anion)
= 21,861 o/oo


Magnesium, Mg2+ Kalsium, Ca2+ Potasium, K+ Strontium, Sr2+

Total salinitas
1,272
0,400
0,380
0,013


34,482 o/oo
total ion-ion positif(kation)
= 12,621 o/oo
2-
*termasuk karbonat, CO3


Tabel 2.2 Persentase rerata terhadap berat  sepuluh elemen terbanyak (selain oksigen)  dalam                kerak Bumi (The Open University, 1995).

Elemen
% terhadap berat
Silikon, Si Aluminium, Al Besi, Fe Kalsium, Ca Sodium, Na Potasium, K Magnesium, Mg Titanium, Ti Mangan, Mn Fosforus, P
28,2
8,2
5,6
4,2
2,4
2,4
2,0
0,6
0,1
0,1

Bandingkan Tabel 2.1 dan 2.2 yang menunjukkan komposisi elemen batuan kerak: terdapat kontras. Disadari bahwa operasi siklus hidrologi menghasilkan  sebagian  besar  unsur  terlarut  dalam  air  larut.   Walaupun demikian, sejak akhir 1970-an, oseanografi mengetahui bahwa terdapat kontribusi lain terhadap komposisi air laut adalah: sirkulasi hidrotermal  di puncak punggungan samudra.
Tiga elemen yang paling banyak terdapat dalam Tabel 2.2 tidak terdapat dalam Tabel 2.1. Ini adalah karena derajat kelarutan dan sifat kimiawi elemen-elemen yang berbeda bila batu tererosi dan hasilnya dibawa oleh sungai ke laut. Elemen-elemen yang biasa ditemukan seperti silikon, aluminium dan besi kurang larut sehingga dipindahkan dan diendapkan terutama dalam bentuk partikel padat pasir dan lempung. Elemen lainnya yaitu sodium, kalsium dan potassium relatif larut dan dalam bentuk larutan. Larutan hidrotermal yang berkaitan dengan pemekaran lantai laut menghasilkan beberapa elemen ke dalam larutan air laut (contoh : kalsium, silikon, mangan) dan menghilangkan yang lain (contoh, magnesium, sulfur). Jumlah relatif unsur terlarut laut diatur oleh reaksi-reaksi kimia dan biologi yang kompleks dalam air laut.



2.1 Kekonstanan Komposisi

Komposisi air laut yang konstan adalah konsep penting dalam oseanografi. Untuk Tabel 2.1 berlaku: Konsentrasi ion-ion terlarut utama bervariasi menurut tempat di lautan tetapi proporsi relatifnya tetap konstan. Dengan kata lain, salinitas total dapat berubah tetapi rasio konsentrasi ion utama tertentu tetap konstan dan begitu juga rasio konsentrasi individu ion- ion utama
Salinitas bervariasi tergantung keseimbangan antara penguapan dan presipitasi, serta besarnya pencampuran antara air permukaan dan air di kedalaman. Secara umum, perubahan salinitas tidak mempengaruhi  proporsi relatif ion-ion utama. Konsentrasi ion-ion berubah dalam proporsi yang sama yaitu rasio ioniknya tetap konstan. Dengan pengecualian terhadap generalisasi di atas, terdapat variasi rasio kalsium dan bikarbonat yang relatif kecil karena keterlibatan unsur tersebut dalam proses biologi: rasio Ca2+ dan HCO3- pada salinitas adalah 0,5% dan 10-20% lebih besar di kedalaman dari pada dalam air permukaan.
                           
2.1.1        Perubahan Akibat Kondisi Lokal
Untuk beberapa lingkungan laut, terdapat kondisi dimana rasio-rasio ion menyimpang jauh dari normal. Daerah tersebut termasuk:
1.           Laut-laut tertutup, estuari dan daerah lain dimana terdapat aliran sungai yang besar yang mengandung lebih sedikit total garam terlarut dari air laut dan serta mempunyai rasio ion yang berbeda.
2.           Cekungan, fjord dan daerah lain dimana sirkulasi dasar sangat terbatas, misalnya dengan keberadaan sill (batas sub-permukaan) di mulut  cekungan  akan  menghadang  komunikasi  bebas  antara air dasar dan air laut beroksigen di luarnya. Dalam kasus-kasus tersebut, hancuran bakteri (oksidasi) dari bahan organik di dasar air sehingga menyebabkan kekurangan oksigen terlarut yang cukup parah hingga terjadi kekurangan total yang disebut anoksik atau anaerobik. Anion sulfat digunakan sebagai sumber alternatif oksigen oleh organisme mikro.
3.           Daerah yang luas, hangat dan dangkal seperti Bahama Banks yang dicirikan oleh presipitasi biologi kalsium karbonat yang  sangat aktif secara kimiawi dan/atau biologi menyebabkan perubahan  yang signifikan pada rasio Ca2+ terhadap salinitas total.
4.           Daerah-daerah yang terjadi pemekaran dasar laut dan aktivitas vulkanik aktif bawah laut dimana air laut panas bersirkulasi di kerak samudra. Rasio ion dalam larutan hidrotermal sangat berbeda dari air laut yang normal, yang menghasilkan percampuran dengan air laut mempunyai ciri elemen utama: rasio-rasio salinitas.
5.           Di dalam sedimen dasar laut dimana air pori yang turut dalam berbagai reaksi di dalam partikel sedimen pada saat kompaksi setelah sedimen diendapkan. Reaksi tersebut muncul sebagai diagenesis dan menyebabkan perubahan rasio ion yang cukup berarti.

2.1.2        Garam dari Air Laut


Gambar 2.1 Suksesi garam hasil presipitasi air laut. Pada penguapan, CaCO3 akan terpresipitasi pertama. Bila penguapan telah mengurangi volume hingga 19% volume awal maka CaSO4 akan mulai terpresipitasi; pada 9,5% volume awal, NaCl mulai terpresipitasi, dst. Volume tendapan mewakili jumlah relatif garam yang terpresipitasi. (The Open University, 1995).

Dengan penguapan air laut, garam yang daya larut paling sedikit akan mencapai titik jenuh pertama kali, sehingga urutan presipitasi berdasarkan peningkatan solubilitas dan bukan terhadap banyaknya. Tahapan tersebut ditunjukkan dalam Gambar 2.1 berkaitan dengan proporsi relatif garam yang mengalami presipitasi. Unsur pertama yang mengalami presipitasi adalah kalsium karbonat (CaCO3) yang membentuk sedikit garam karena kurangnya endapan ion-ion bikarbonat (karbonat).
Kalsium sulfat dipresipitasi sebagai anhidrit (CaSO4) atau sebagai gipsum (CaSO4.2H2O), tergantung kondisi. Sodium klorida (halit, NaCl) adalah garam terbanyak dan residu air garamnya mengandung klorida potasium dan magnesium yang merupakan unsur yang paling larut sehingga menjadi yang terakhir dipresipitasi.

Gambar 2.2 (a) Menggali garam laut dari residu brine dalam tempat penguapan solar dekat Aveiro di Portugal.
(b) Membawa garam dari timbunan ke truk atau kapal untuk dibawa ke pusat purifikasi dan diproses. (The Open University, 1995).

Secara umum tiap negara pantai dapat memproduksi garam laut secara komersil dan setidaknya ada 60 negara yang masih melakukannya, baik melalui proses industri maupun dengan penguapan tradisional  (Gambar 2.2). Terdapat 40 juta ton sodium klorida diekstrak dari air laut tiap tahun secara intensif, antara lain untuk konsumsi manusia tetapi kebanyakan adalah untuk manufaktur kimia. Magnesium hidroksida adalah hasil presipitasi kimia dari air laut dan digunakan untuk menghasilkan 600.000 ton  magnesium  dan  senyawanya  tiap  tahun.  Produksi  Bromin    sebesar 30.000 ton yang dihasilkan secara elektrolisis sebagai suatu gas dan kemudian dikondensasi menjadi cair. Metode ekstraksi litium (Li) dari air laut dikembangkan di akhir tahun 1980-an.

Kebanyakan elemen terlarut dalam air laut mempunyai konsentrasi yang kecil  tetapi  total  volume  air  laut  sangat  besar  sehingga jumlahnya sangat besar dan usaha mengekstrakkan elemen-elemen  berharga seperti emas dan uranium telah dilakukan berkali-kali; tetapi belum ada teknik yang ekonomis.
2.1.3    Faktor – factor yang Mempengaruhi Salinitas Air Laut
Pada laut yang terhubung biasanya perbedaan salinitas kecil, namun perbedaan tertentu akan Nampak pada laut-laut tertentu yang terpisah dari laut lepas. Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya salinitas air laut, yaitu (Nur,2005) :
1.      Penguapan : Penguapan semakin besar maka salinitas semakin tinggi, kebalikannya makin kecil penguapan maka salinitasnya makin rendah.
2.      Curah hujan : Makin banyak curah hujan maka salinitas makin rendah, kebalikannya makin rendah curah hujan maka salinitasnya makin tinggi.
3.      Air sungai : Air sungai yang bermuara kelaut, makin banyak air sungai yang bermuara kelaut maka salinitas air laut tersebut rendah.
4.      Letak dan ukuran laut : Laut laut yang tidak berhubungan dengan laut lepas dan terdapat di daerah arid maka salinitasnya tinggi.
5.      Arus laut : Laut laut yang dipengaruhi arus panas maka salinitasnya akan naik dan kebalikannya laut-laut yang dipengaruhi oleh arus dingin maka salinitasnya akan turun (rendah).
6.      Angin : Kelembaban udara diatasnya, ini berhubungan dengan dan penguapan berhubungan dengan besar kecilnya salinitas air laut.

Salinitas dipermukaan sangat khas dan berfariasil. nilai-nilai salinitas pada permukaan dipengaruhi olehproses fisik yang terjadi di perairan. Salinitas akan meningkat karena penguapan dan pembekuan. Salinitas akan menurun akibat hujan, aliran sungai, dan mencairnya es. Perbedaan antara penguapan dan curah hujan di lintangmenyebabkan terjadinya perbeberbedaan tersebut. Penurunan salinitas permukaan dekat khatulistiwadisebabkan oleh curah hujan yang lebih besar atau tinggi (Millero dan Sohn, 1992).

2.2      Variasi Salinitas
Distribusi temperatur dan salinitas memberikan informasi yang memudahkan oseanografer melacak pola tiga dimensi sirkulasi lautan. Bagian ini akan menjelaskan bagaimana salinitas bervariasi secara vertikal dan horisontal. Sebagaimana distribusi temperatur, peta dan profil salinitas merupakan gambaran yang stabil dalam jangka waktu panjang yang dihasilkan secara dinamik. Ingat bahwa salinitas sulit berubah tiap  tahunnya tetapi air berganti tiap waktu.
2.2.1        Distribusi Salinitas Terhadap Kedalaman
Gambar 3.3 menunjukkan profil vertikal yang relatif terbatas kisaran salinitasnya di dalam lautan. Salinitas ditentukan oleh keseimbangan antara presipitasi dan penguapan di permukaan (Soal 3.3(d)). Pengaruh fluktuasi permukaan umumnya kecil untuk di bawah 1000 m dimana salinitas air antara 34,5 dan 35 di semua lintang.
Zona dimana salinitas berkurang terhadap kedalaman ditemukan di lintang rendah dan menengah yaitu antara lapisan permukaan campuran dan bagian atas lapisan dalam dimana salinitas konstan. Zona ini dikenal sebagai haloklin (Istilah ini juga dipakai untuk zona yang mempunyai salinitas bertambah terhadap kedalaman, sedangkan dalam termoklin, temperatur berkurang terhadap kedalaman).

Gambar 2.3 (a) Bagian vertikal menunjukkan distribusi rata-rata temperatur     di barat Samudra Atlantik untuk menggambarkan bahwa kisaran salinitas di lapisan permukaan lebih besar dari di badan utama air lautan di bawah 1000 m. Pola umum ini adalah ciri khas cekungan-cekungan lautan. Garias-garis yang mempunyai salinitas yang sama disebut isohalin. Interval garis putus-putus adalah 0,1 dan 0,2; interval garis tebal adalah 0,5. Garis vertikal A dan B berkaitan dengan Gambar (b) dan digunakan untuk Soal 3.5.
(b) Profil salinitas di sepanjang A dan B pada (a), untuk digunakan dalam Soal 3.5.

Distribusi vertikal salinitas lebih rumit daripada distribusi suhu. Di atas laut, di daerah tropis dan subtropis dan bagian dari daerah subkutub, suhu mendominasi stabilitas vertikal (profil densitas). Di laut dalam, di bawah lapisanpynocline, suhu juga didominasi oleh salinitas. Oleh karena itu, air hangat (densitas rendah) umumnya ditemukan di lapisan atas dan air dingin (densitas tinggi) di lapisan yang lebih dalam.Salinitas dapat memiliki struktur yang jauh lebih vertikal, mulai dari rendah ke tinggi, tanpa membuat vertical terbalik. (Dalam subkutub dan lintang tinggi, di mana air permukaan cukup tawar dan dingin, salinitas tidak mendominasi stabilitas vertikal). Sebagai konsekuensi dari peran yang kurang penting dalam struktur kepadatan, salinitas jauh lebih pasif daripada suhu. Dengan demikian, salinitas sering dapat digunakan sebagai penanda arah aliran massa air (minimal atau maksimal).
Dalam subtropis, salinitas tinggi di dekat permukaan laut karena penguapan. Menurunkan salinitas minimum secara vertikal pada kedalaman 600-1000m. Di bawah, salinitas meningkat menjadi maksimal, kedalaman yang tepat dari minimum dan maksimum vertikal tergantung pada laut. Di Samudra Atlantik dan Hindia, salinitas maksimum pada kedalaman 1500-2000 m. Di Pasifik, salinitas maksimum berada pada bagian bawah.
Dalam iklim tropis dan pilin subtropis selatan, salinitas sering sedikit lebih rendah di permukaan laut daripada di bagian utama dari daerah subtropis. Salinitas meningkat tajam hingga maksimum pada kedalaman di bawah permukaan 100-200m, dekat dengan bagian atas lapisantermoklin. Maksimum ini timbul dari salinitas tinggi dari permukaan air di setiap pilin subtropics.  Air dengan salinitas tinggi adalah subduksi dan mengalir ke bawah garis equator yang tawar, air permukaan tropis yang hangat, sehingga membentuk lapisan maksimum salinitas. Karena memiliki karakteristik yang dapat diidentifikasi (salinitas maksimum) dan sejarah umum formasi (subduksi dari salinitas tinggi permukaan air dilintang tengah), telah memperoleh status sebagai massa air. Beberapa nama yang digunakan untuk massa air ini. Preferensi kami adalah Underwater Subtropis, menyusul Worthington (1976).Hal ini juga disebut sebagai "salinitas maksimum air."
Lapisan salinitas rendah juga merupakan hasil dari subduksi, dalam hal ini dari singkapan tawar tapi padat pada pilin subtropis bagian utara. Perairan selatan dan hasil subduksi di adveksi lapisan salinitas rendah ditemukan di sekitar timur dan selatan pilin antisiklonik. Di Utara dan Pasifik Selatan, ini adalah fitur yang luas yang disebut Salinitas Dangkal Minimum di setiap laut (Reid, 1973). Dalam subkutub Atlantik Utara, ada minimal salinitas yang terkait dengan bagian depan subarctic (bagian dari Atlantik Utara), hal itu disebut Air Menengah Subarctic.
Di daerah subkutub dan lintang tinggi, dengan curah hujan tinggi, limpasan, dan es mencair musiman, umumnya ada salinitas rendah di permukaanlaut. Lapisan halocline, salinitas meningkat pesat menurun, terletak antara lapisan permukaan dengan salinitas rendah dan lapisan terdalam.  Di beberapa daerah, lapisan pynocline lebih sering ditentukan oleh distribusi salinitas daripadaoleh suhu, yang masih relatif dingin sepanjang tahun, dan mungkin hanya memiliki termoklin lemah atau bahkan tidak sama sekali. Kondisi ini, terkait dengan limpasan dan curah hujan, terjadi di seluruh subkutub Pasifik Utara. Di Kutub Utara dan Antartika dan wilayah lain dari pembentukan es laut, mencairnya es di musim semi menciptakan lapisan permukaan sama menyegarkan.
Ini lapisan permukaan daerah salinitas rendah seperti subkutub Pasifik Utara dan di sekitar Antartika memungkinkan suhu minimum vertikal di dekat permukaan laut, dengan lapisan hangat di bawahnya.
1.      Salinitas Kedalaman Menengah
Pada kedalaman menengah (sekitar 1000-1500m) di banyak daerah di dunia, adayang horisontal, lapisan vertikal dari salinitas baik yang rendah ataupun yang tinggi. Di Pasifik Utara dan belahan bumi selatan, kedalaman lapisan salinitas minimum adalah sekitar 1000 m. Subkutub Atlantik Utara kedalaman salinitas minimum adalah sekitar 1500 m. Lapisan salinitas rendah yang terletak dekat pangkal pycnocline, dengan suhu 3-6 C. Dua kedalaman dengan lapisan salinitas maksimum adalah Atlantik Utara dan utara Samudera Hindia (tidak harus bingung dengan maksimum salinitas lebih condong dengan North Atlantic Deep Water, NADW). Dua perairan itu jauh lebih hangat daripada air dengan salinitas rendah. Salinitas vertikal ekstrem mencerminkan proses formasi tertentu, dijelaskan secara singkat di sini dan secara lebih rinci dalam bab-bab selanjutnya. Oleh karena itu lapisan ini diberi label sebagai massa air dan disebut "air menengah."
Salinitas rendah dan suhu yang berkisar menunjukkan bahwa semua itu  berasal dari permukaan laut di lintang subkutub dimana air permukaan relatif tawar, tetapi di mana permukaan air lebih hangat dibandingkan dengan pembekuan. The North Pacific Intermediate Water (NPIW) berasal dari Pacifik Timur Laut dan ditemukan di seluruh Pasifik Utara. Labrador Air Laut (LSW) dari barat laut Atlantik dan ditemukan melalui Atlantik Utara. LSW juga ditandai dengan oksigen dan chlorofluorocarbon tinggi, dan mempertahankan tanda ini bahkan seperti minimal kerugian NADW salinitas sebagai bagian dari Atlantik tropis dan perairan selatan. Antarctic Intermediate Water (AAIW) dariperairan selatan dekat Amerika Selatan dan ditemukan di belahan bumi selatan dan daerah tropis. Dalam tiga wilayah ventilasi, salinitas permukaan lebih rendah tetapi kepadatan lebih tinggi dari air laut dan termoklin di daerah subtropis dan tropis. Air antara berventilasi menyebar garis equator dan ditandai dengan salinitas rendah.
Dua salinitas maksimum air yang utama antara hasil aliran salinitas tinggi dari Mediterania dan Laut Merah. Sumber dari salinitas tinggi antara lain penguapan yang tinggi dalam meningkatkan salinitas laut dan suhu mengurangi pendinginan, sehingga terbentuk kerapatan air yang tinggi.  Ketika  garam, padatan  mengalir kembali ke laut terbuka dantenggelam ke kedalaman yang pertengahan.
Lainnya, lebih lokal, perairan menengah juga diidentifikasi oleh salinitas vertikal yang ekstrim. Sebagai contoh, di Samudra Hindia yang beriklim tropis, kedalaman menengahsalinitas minimum dari air tawar yang mengalir melalui Samudera Pasifik. Salinitas minimum menengah ini disebut Indonesian Intermediate Water or Banda Sea Intermediate Water (Rochford, 1961; Emery dan Meincke, 1986; Talley & Sprintall, 2005).
2.      Salinitas Perairan Dalam
Salinitas air laut menunjukkan variasi yang ditandai dengan darimana air itu berasal. Atlantik Utara adalah yang paling asin dari semua samudra di permukaan laut, air berbentuk begitu padat di Atlantik Utara yang ditandai dengan salinitas yang tinggi ketika pindah ke belahan bumi dan kemudian timur dan utara ke Hindia Timur dan Pasifik. Massa air secara keseluruhan disebut sebagai North Atlantic Deep Water. Perairan padat yang terbentuk di Antartika yang dingin dan lebih padat daripada air di Atlantik Utara, sehingga ditemukan di bawah perairan Atlantik Utara. Perairan Antartika lebih padat dan tawar daripada perairan Atlantik Utara, hal itu dapat dilacak melalui salinitas yang lebih rendah, di mana disebut sebagai Antarctic Bottom Water (AABW). Perataan vertikal NADW yang asin dan AABWyang tawar jelas pada vertikal salinitas Atlantik. Struktur NADW / AABW juga terlihat di Samudera Hindia selatan karena keduanya NADW dan AABW memasuki Samudera Hindia di selatan.
Bagian utara Samudra Hindia beriklim tropis sehingga tidak ada air padat terbentuk di sana, tetapi salinitas tinggi dari perairan antara Laut Merah dan campuran menembus cukup dalam, membuat bagian utara perairan Samudera Hindia relatif lebih asin. Pasifik Utara tidak membentuk padat, air abissal karena permukaan laut di Pasifik Utara subkutub terlalu tawar untuk memungkinkan pembentukan perairan padat seperti Antartika dan Atlantik Utara. Oleh karena itu, struktur salinitas di Pasifik Utara ditentukan oleh masuknya campuran air dari Antartika dan Atlantik Utara, campuran ini lebih asin daripada perairan lokal dari Pasifik Utara  yang membuat  salinitas meningkat  secara  monotonturun menuju Pasifik Utara.
Secara global, variasi salinitas di perairan yang relatif kecil, dengan kisaran 34,65-35,0 psu. Seperti suhu rendah, salinitas rendah mencerminkan Antartika dan Nordic Seas. Dasar perairan Antartika adalah yang paling tawar, dengan salinitas yang terendah dari 34,7 psu.Dasar Nordic Sea adalah yang terasin, dengan salinitas sampai 35,0 psu.
Jadi baik suhu air dan salinitas dalam air memiliki rentang kecil. Lingkungan air relatif seragam dalam karakter dari laut dan lapisan termoklin bahkan lapisan  menengah.Keseragaman ini merupakan hasil dari sejumlah relatif kecil dari berbagai sumber air padat, dan jarak dan waktu pada pencampuran satu sama lain dan ke lapisan difusi di bawah mereka.

2.2.2        Distribusi Salinitas Permukaan
Distribusi Salinitas Secara Horozontal yakni Semakin ke arah lintang tinggi maka salinitas akan ikut bertambah tinggi. Untuk itu daerah yang ada disekitaran Khatulistiwa ( laut tropis ) salinitasnya lebih rendah dibandingkan salinitas yang ada di laut subtropis. Perlu kita ketahui bahwa daerah yang mempunyai salinitas tertinggi yaitu berada di daerah yang mempunyai lintang 30°LU dan 30°LS.
Pada perairan yang ada di Indonesia yang termasuk pada iklim tropis yaitu salinitas akan meningkat dari arah barat ke timur dengan kisaran antara 30-35 %. Dan air samudera yang mempunyai salinitas lebih dari 34 o/oo terdapat pada Laut Banda dan Laut Arafuru yang berasal dari Samudera Pasifik ( Wyrtki,1961 )
faktor lainnya yang juga dapat mempengaruhi distribusi salinitas secara horizontal yakni angin dan topografi. Diketahui bahwa presipitasi yang ada di daerah tropis lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya sehingga terjadi pengenceran air laut yang dapat menyebabkan rendahnya salinitas di daerah tropis.

Sistem angin munson yang ada di Indonesia begitu sangat berpengaruh terhadap sebaran salinitas baik secara vertical maupun horizontal. Angin munson secara horizontal mempengaruhi arus untuk bergerak dan arus akan membawa massa air. Dengan angin munson ini dapat terjadi musim hujan dan musim panas. Perubahan musim ini menyebabkan terjadi variasi tahunan salinitas perairan, seperti contoh terjadi perubahan sirkulasi massa air yang memiliki salinitas tinggi dengan massa air yang bersalinitas rendah. Sedangkan pada topografi akan mempengaruhi salinitas suatu wilayah atau daerah perairan dikarenakan dengan ada atau tidaknya limpasan air tawar yang berasal dari sungai menuju muara. Sehingga berakibat  limpasan atau run off terjadi pengadukan yang akan berdampak pada pengenceran.
Salinitas merupakan suatu tingkat keasinan (kadar garam) yang terlarut dalam air. Adapun kandungan garam sebagian besar terdapat pada danau, sungai dan saluran air alami daan dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam pada air kurang dari 0,05% apabila lebih dari 0,05% maka air tersebut dikategorikan sebagai air payau atau saline jika konsentrasinya 3 sampai 5%. Dan lebih dari itu (5%) disebut Brine.
Air laut alami adalah air saline yang memiliki kandungan garam berkisar  3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh danau garam yang didaratan dan lautan memiliki kadar garam lebih tinggi yaitu, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%. Untuk istilah keasinan lautan untuk teknik adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa halida-halida terutama klorida merupakan anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam mata kuliah oseanografi halinitas dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand , ppt) atau permil (%).
Gambar 2.4 (a) Posisi rata-rata permukaan isohalin tahunan.
(b) Plot nilai rata-rata salinitas permukaan, S (garis tebal), dan perbedaan antara rata-rata penguapan dan presipitasi tahunan (E-P) (garis putus- putus) terhadap lintang. (The Open University, 1995).
Salinitas air permukaan laut maksimum di tropis dan lintang subtropis dimana penguapan melampaui presipitasi. Daerah ini berhubungan dengan adanya padang pasir yang panas di lintang yang sama. Salinitas berkurang ke arah lintang tinggi maupun ke arah Ekuator (Gambar 2.4). Modifikasi lokal mengalahkan pola regional terutama yang dekat dengan darat. Salinitas permukaan berkurang akibat air tawar di mulut sungai-sungai besar dan akibat lelehan es dan salju di lintang tinggi. Sebaliknya, salinitas permukaan cenderung tinggi di laguna dan cekungan laut dangkal tertutup lainnya di lintang rendah dimana terjadi penguapan tinggi dan terbatasnya aliran air uang masuk dari daratan.

2.3  Pengukuran Salinitas

Alat pengukur salinitas
Upaya awal untuk menentukan komposisi kimia air laut terhambat oleh rendahnya sensitivitas tehnik analitik. Baru pada awal abad ke-19 segala sesuatunya menjadi tampak jelas pada data dan kekonstanaan komposisi air laut dapat dikenali dari beberapa analisis yang tersedia. Pada pelayaran HMS Challenger (1872-1876), sebanyak 77 sampel air dikumpulkan terhadap kedalaman. Analisis dilakukan terhadap kedalaman untuk elemen- elemen klorin, sodium, magnesium, sulfur,kalsium,potasium dan bromin. Metode yang digunakan diuji kehandalannya dengan sampel sintetis.
Sejak abad ke-19, beberapa penyelidikan dilakukan. Pada pertengahan 1960-an, ilmuan dari British National Institute of Oceanography (sekarang Institute of Oceanography Sciences) dan University of Liverpool menganalisa lebih dari 100 sampel untuk semua unsur utama. Pada tahun 1970-an, program GEOSECS (Geochemical Ocean SECtions) yang berpusat di USA, mengumpulkan data kimia yang sistematik untuk semua lautan, dengan menggunakan tehnik analitik yang akurat dan prosedur sampling  yang  meminimalkan  kontaminasi.  Pada  saat  ini,    pengukuran GEOSECS ditambah, diperbarui dan secara bertahap diganti karena makin banyaknya sampel yang dikumpulkan untuk program riset baru dan metode analitik juga diperbarui.

2.3.1    Metode Kimia dalam Pengukuran Salinitas
Cara termudah dalam mengukur salinitas adalah dengan mengambil sejumlah sampel air laut yang diketahui, lalu diuapkan hingga kering dan garam yang tersisa ditimbang (penentuan gravimetri). Walaupun  secara teori sederhana, metode ini memberikan hasil yang tidak akurat. Residu yang tersisa adalah campuran kompleks garam dan air kimia yang terikat pada padatan, ditambah sejumlah kecil bahan organik. Jumlah air sisa dapat dihilangkan dengan pengeringan garam residu dengan temperatur yang bertahap, tetapi cara ini mendatangkan masalah lain seperti: (i)  dekomposisi beberapa jenis garam (misalnya kehilangan air dan gas-gas HCl dari kristal MgCl2 hidros); (ii) penguapan dan dekomposisi bahan organik; dan (iii) pembebasan gas CO2 dari garam karbonat. Jadi, berat materi padat yang tesisa setelah penguapan (yang berarti nilai salinitas  yang diukur) tergantung kondisi bagaimana menghilangkan air. Ahli kimia laut di abad ke-19 menyadari hal tersebut dalam percobaan mengukur salinitas secara gravimetri.
Penentuan gravimetri salinitas adalah sulit dan lama sehingga dicari metode lain. Oleh karena konsentrasi beberapa unsur utama terlarut dalam air laut mengandung rasio total konsentrasi garam terlarut maka konsentrasi satu atau lebih unsur utama dapat digunakan untuk    mendeduksi salinitas total, S.  Unsur  termudah  untuk  mengukur  adalah  halida  (klorida  +   bromida
+iodida) dengan hubungan empiris berikut:

S = 1,80655Cl                                             (2.1)
Dimana Cl adalah klorinitas sampel yang didefinisikan sebagai  konsentrasi klorida dalam air laut (dalam bagin per seribu) dengan asumsi bahwa bromida dan iodida telah diganti dengan klorida.
Klorinitas diukur dengan titrasi, sementara salinitas dihitung dengan persamaan 2.1. Metode ini digunakan untuk menentukan semua salinitas hingga pertengahan 1960-an. Metode tersebut jarang digunakan saat ini karena hampir semuanya dikalahkan oleh pengukuran konduktivitas listrik.

2.3.2    Metode Fisik dalam Pengukuran Salinitas
Air tawar adalah konduktor listrik yang lemah, tetapi kehadiran ion-ion dalam air menyebabkannya mampu membawa arus listrik. Pada tahun 1930-an dikatakan bahwa konduktivitas listrik air laut proporsional dengan salinitasnya. Konduktivitas adalah kebalikan dari resistivitas dan selama berabad-abad, konduktivitas salinometer digunakan dengan dasar oleh sirkut listrik yang sederhana dengan menggunakan ‘standar air laut’ dan salinitas diketahui (mendekati 35) sebagai kalibrasi.
Konduktivitas dipengaruhi juga oleh temperatur yang dapat menyebabkan kesalahan. Idealnya, oseanografer fisika membutuhkan ketepatan pengukuran salinitas hingga  0,001, dan konduktivitas terukur hingga 1 bagian dalam 40.000. Suaut perubahan magnitudo S dapat diinduksi  dengan perubahan temperatur sebesar 0,001 oC, sehingga pengontrolan temperatur merupakan hal yang penting.
Pada waktu dulu, ketepatan termostatik digunakan untuk mengukur baik pada sampel maupun pada air laut standar pada temperatur konstan, tetapi peralatannya besar dan pengukuran memakan waktu yang lama karena sampel harus dipanaskan atau didinginkan sebelum pengukuran. Saat ini, masalah tersebut telah diatasi dan salinometer yang modern beroperasi dengan cepat dan mengukur salinitas hingga 0,003 atau lebih baik.  Sensor  konduktivitas  telah  digabungkan  dengan  peralatan     temperatur-salinitas in situ untuk penggunaan di laut dangkal, dan juga ke dalam probe konduktivitas-temperatur-kedalaman (CTD) yang dipakai di laut-dalam.

2.3.3    Definisi Resmi Salinitas
Sejak pertengahan 1960-an, definisi salinitas lebih berdasarkan (perjanjian internasional) pada penentuan empiris dari pada formulasi yang sulit melibatkan standar konduktivitas.
Salinitas sampel air laut sekarang diukur dalam rasio konduktivitas, R;

R=         konduktivitas sampel air laut konduktivitas s tan dar lau tan KCl

(2.2)

konsentrasi standar larutan KCl adalah 32,4356 g kg-1
Salinitas berkaitan dengan rasio konduktivitas pada 15 Oc dan tekanan atmosfer 1 (R15) dengan persamaan berikut:
3/2
S = 0,0080 – 0,1692 R151/2 + 25,3851 R15 + 14,0941 R15
- 7,0261 R152 + 2,7081 R152/5                                  (3.2)


Definisinya adalah rasio, maka salinitas hanya dinyatakan oleh angka; tetapi salinitas dinyatakan dalam practical salinity  units (p.s.u.). Adalah penting mengingat bahwa angka tersebut mendekati gram per kilogram (atau gram per liter) yaitu bagian per seribu terhadap berat. Secara praktisnya algoritma emperat dipakai untuk konversi rasio konduktivitas pada emperature dan tekanan selain 15 Oc dan 1 atmosfer ke R15 dan untuk konversi langsung R15 ke S.
Salinitas ditentukan oleh konduktivitas tergantung emperature dan tekanan dimana konduktivitas diukur dan anggapan bahwa salinitas adalah total garam terlarut dalam sampel air laut sedikit diubah. Kenyataannya, untuk air laut di lautan terbuka, keduanya berkait erat: konsentrasi total garam terlarut dalam gram per kilogram air laut adalah 1,005 10Xs, dimana S didefinisikan oleh persamaan 3.3.










BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1.           Salinitas  rata-rata  laut  mendekati  35 %  terhadap  berat. Sebelas ion-ion utama membentuk 99,9% unsur terlarut: Cl-, Na+, SO4  , Mg+, Ca2+, K+, HCO3-, Br-, H2BO3-, Sr2+ dan F-. Jumlah relatif elemen dalam larutan air laut sangat berbeda dengan jumlahnya dalam batuan kerak, karena perbedaan ke larutan dalam larutan yang terbentuk pada masa pelapukan di darat dan aktivitas hidrotermal lantai laut.
2.           Salinitas bervariasi di tiap tempat di lautan, tetapi jumlah relatifnya kebanyakan unsur terlarut (rasio ionik) tetap konstan. Penguapan dan presipitasi dapat mengubah total salinitas tetapi tidak mempengaruhi komposisi konstannya.
3.           Sedikit perbedaan dari komposisi konstan tersebut disebabkan intervensi proses-proses biologi yang mempengaruhi Ca2+ dan HCO3-. Perbedaan yang besar disebabkan kondisi lokal terutama di perairan  dangkal  dekat  pantai  dan  dibawah  kondisi anoxic, serta dimana terjadi aktivitas hidrotermal. Beberapa unsur terlarut diekstraksi dari air laut secara komersil.
4.           Sebagaimana kasus temperatur, distribusi salinitas secara vertikal dan lateral di laut tidak berubah tiap tahunnya, tetapi massa airnya secara kontinu bergerak dalam sistem tiga dimensi permukaan dan arus-dalam. Salinitas permukaan di lautan adalah yang terbesar (hingga 38) terjadi di tropis dan subtropis dimana penguapan mengalahkan presipitasi. Salinitas berkurang dekat Ekuator (sekitar 35) dan di lintang tinggi (sekitar 33-34), karena curah hujan yang tinggi dan adanya lelehan es dan salju. Di lintang tengah dan rendah, terdapat haloklin dari dasar lapisan permukaan tercampur hingga kedalaman 1000 m, dimana salinitas berkisar antara 34,5 dan 35
5.           Pengukuran salinitas dengan gravimetri adalah sulit karena adanya dekomposisi garam pada saat pemanasan ke penguapan. Pengukuran kimiawi berdasarkan titrasi untuk menentukan klorinitas menjadi standar hingga 1960-an namun digaanti oleh metode konduktivitas listrik. Suatu formulasi empiris digunakan untuk konversi konduktivitas yang diukur mengikut standar  ke nilai salinitas.


DAFTAR PUSTAKA

Supangat, Agus., dan Susana. 2003. Pengantar Oseanografi, Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya  Non-hayati  Badab Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Hutabarat, Sahala., dan Stewart M. Evans. 2006. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universits Indonesia (UI-Press). Jakarta
Wibisono, M. S. 2010. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit Universits Indonesia (UI-Press). Jakarta
Patty, I Simon. 2013. DISTRIBUSI SUHU, SALINITAS DAN OKSIGEN TERLARUT DI PERAIRAN KEMA, SULAWESI UTARA. Jurnal Ilmiah Platax. Vol. 1:(3), Mei 2013.  ISSN: 2302-3589.
Talley D Lynne et al, 2011. Describtive Physical Oceanografi AN INTRODUCTION, Copyright by Elsiver : London.

1 komentar:

  1. Your Affiliate Money Printing Machine is ready -

    And making profit with it is as easy as 1-2-3!

    Here is how it works...

    STEP 1. Choose affiliate products you want to promote
    STEP 2. Add PUSH button traffic (it LITERALLY takes 2 minutes)
    STEP 3. See how the affiliate products system grow your list and sell your affiliate products on it's own!

    Do you want to start making profits?

    Click here to start running the system

    BalasHapus