MAKALAH
OSEANOGRAFI DAN LINGKUNGAN
(ABKA555)
“DENSITAS DAN TEKANAN
DI LAUTAN”
Dosen Pengajar :
Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M.Si.
Dr. DEASY ARISANTY, M.Sc.
Dr. H. SIDHARTA ADYATMA, M.Si.
Dr. DEASY ARISANTY, M.Sc.
Disusun Oleh:
KELOMPOK 9
SITI JAINAH (A1A515027) A
SITI LINA PURNAWATI (A1A515028) A
SITI RAUDAH (A1A515029) A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah
“Oseanografi dan Lingkungan” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga penyusun berterima
kasih kepada Bapak Drs. H. Sidharta Adyatma, M.Si, Ibu Dr. Deasy Arisanty, M.Sc. Selaku Dosen yang memegang mata kuliah Oseanografi
dan Lingkungan dan juga kepada rekan sekalian yang sudah berkerjasama dengan
baik dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai teori Oseanografi, penyusun juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah
di buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Banjarmasin,
Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................. 1
1.3 Tujuan dan Manfaat
Penulisan.............................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................ 3
2.1 Massa Air............................................................................... 3
2.2 Kedalaman (tekanan),
Densitas dan Temperatur................... 5
2.2.1 Perubahan Temperatur
Adiabatik................................... 6
2.3 Diagram T-S........................................................................... 6
2.3.1 Menggunakan st.............................................................. 7
2.3.2 sq dan Stabilitas Vertikal................................................. 10
2.3.3 Penggunaan Diagram T-S................................................ 12
2.3.4 Properti konservatif dan Non- konservatif...................... 14
2.4 Proses Pencampuran di Lautan............................................... 15
2.4.1 Difusi Molekul dan Turbulen.......................................... 15
2.4.2 Stratifikasi dan Mikrostruktur.......................................... 16
2.4.3 Front............................................................................... 20
2.4.4 Olakan............................................................................ 25
BAB III : PENUTUP.................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan............................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas.
Tekanan dan Kedalaman LautTekanan air laut bertambah terhadap kedalaman. Kedalaman air laut biasanya diukur dengan menggunakan echo sounder atau CTD (Conductivity, Temperature, Depth). Kedalaman yang diukur dengan menggunakan CTD didasarkan pada harga tekanan. Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Semakin ke dalam, tekanan air laut akan semakin besar.
Gaya akibat tekanan bekerja dari tekanan yang berbeda pada satu titik ke titik lainnya. Gaya ini bekerja dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Di laut, gaya gravitasi yang bekerja (ke arah bawah) akan diimbangi oleh gaya akibat adanya perbedaan tekanan tersebut (ke arah atas), sehingga air yang bergerak ke bawah tidak akan mengalami percepatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana densitas dan tekanan di Lautan ?
2. Seperti apa proses pencampuran di Lautan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Makalah ini dibuat bertujuan agar pembuat dan pembaca dapat lebih mengetahui mengenai densitas di lautan yang meliputi seperti apa massa air, kedlaman (kerapatan), densitas dan temperature serta proses pencampuran di lautan. Makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Oseanografi dan Lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
(DENSITAS DAN TEKANAN DI LAUTAN)
Distribusi vertikal dan horisontal isoterm umumnya tetap konstan tiap
tahun; fluktuasi musiman dibatasi pada lapisan permukaan. Diketahui bahwa
distribusi ini mewakili suatu bentuk keseimbangan
dinamik atau keadaan tunak, karena air laut itu sendiri bergerak secara
kontinu. Pergerakannya tidak acak tetapi teratur dalam sistem sirkulasi tiga
dimensi yang menunjukkan sedikit variasi bila dirata-ratakan untuk periode
beberapa tahun.
2.1 Massa Air
Iklim dan cuaca di bumi adalah hasil gerakan massa udara yang
dikarakterisasi oleh kombinasi temperatur, kelembaban dan tekanan tertentu.
Dengan cara yang sama, massa air di
lautan bergerak secara vertikal dan horisontal dan dicirikan oleh temperatur(T),
salinitas(S) dan karakter lain yang digunakan untuk mengenali air dan melacak
gerakannya. Gambaran utama gerakan massa air adalah: Gambar 2.1 menunjukkan
batas massa air yang terbentuk di bagian teratas dari laut, mulai dari air
permukaan atau dekat permukaan hingga ke dasar termoklin permanen.
Diidentifikasi dari temperatur,
salinitas dan properti lain, termasuk komunitas organisme yang hidup di
dalamnya. Perbandingan Gambar 2.1 dan 2.11 memperlihatkan bahwa batas
antara massa air teratas bertemu dengan
sistem arus permukaan utama. Juga dapat
mengidentifikasi batas antara pergerakan massa air dalam arah yang
berbeda di beberapa kedalaman laut.
Gambar 2.1
Batas
massa air atas lautan-lautan (Gambar 2.11). (The Open University, 1995).
Air bergerak lebih lambat dari udara
sehingga massa air kurang bervariasi dari massa udara dan batasnya tidak banyak
berubah walaupun dalam skala waktu dekade atau
abad. Sistem arus permukaan dibangkitkan oleh angin tetapi gerakan massa
air intermediate dan dalam diatur oleh densitas. Bila densitas air laut di
lapisan permukaan bertambah maka kolom air secara gravitasi akan menjadi tidak
stabil dan air yang lebih berat akan turun.
Sirkulasi vertikal laut diatur oleh
variasi temperatur dan salinitas dan dikenali sebagai sirkulasi termohalin. Prinsip utamanya adalah bahwa massa air yang
dingin dan berat dari lintang tinggi turun dan menyebar di bawah termoklin
permanen. Tiap massa air mempunyai karakteristik T dan S yang diperoleh dari
kondisi permukaan daerah asal. Air-dalam Antartika (Antarctic Bottom Water,
AABW, lihat Gambar A1 dan jawaban Soal 4.1) melewati Ekuator menuju Kutub
Utara. Di Atlantik Utara terdapat arus dalam, mengalir ke selatan dan berasal
dari Artik tetapi di Pasifik Utara, arus ini tidak ada karena batas yang
dibentuk oleh barisan pulau Aleutian ke utara.
Temperatur dan salinitas dalam air
permukaan mengatur densitas air laut tetapi di laut-dalam faktor tekanan
menjadi penting.
2.2 Kedalaman (Tekanan), Densitas Dan Temperatur
Pengaruh tekanan terhadap densitas
sebenarnya tidak seperti di atas tetapi perlu disadari. Konsep gaya apung
netral yang secara implisit diaplikasikan dalam teknologi modern. Persamaan
hidrostatik yang menggambarkan bagaimana
tekanan P berkaitan dengan
kedalaman (atau ketinggian)(z) dalam kolom fluida:
P = grz (2.1)
Dimana g
adalah percepatan gravitasi dan r(rho) adalah densitas.
Gambar 2.2
Grafik tekanan (P) terhadap kedalaman (z) di lautan.
Skala yang digunakan adalah algoritma untuk memudahkan kisaran angkanya. Hubungan antara tekanan dan kedalaman
adalah garis lurus. (Tekanan
diukur dalam newton meter persegi; 105 Nm-2 = 1 bar = 1 atmosfer). (The Open University, 1995).
Dengan densitas tetap
konstan, persamaan hidrostatik menunjukkan hubungan proporsional antara tekanan
dan kedalaman (ketinggian). Hal ini berlaku umum karena air sedikit mampat dan
densitas 99% air laut adalah ± 2% dengan rata-rata 1,03x103 kg m-3. Dengan skala pada Gambar
4.2, hasilnya adalah garis lurus.
2.2.1 Perubahan Temperatur
Adiabatik
Perubahan adiabatik dalam temperatur terjadi secara bebas
dari transfer panas atau dari lingkungannya. Proses ini merupakan akibat
kemampatan fluida. Bila fluida mengembang maka akan terjadi kehilangan energi
internal dan temperatur turun. Bila dimampatkan, fluida akan memperoleh energi
internal dan temperatur naik, ini merupakan alasan utama mengapa pam menjadi
panas. Prinsip perolehan dan kehilangan adiabatik panas pada kemampatan dan
ekspansi gas memberikan basis dalam teknologi alat pendingin dan air
conditioner. Bila udara naik ke daerah bertekanan rendah maka udara akan
mengembang dan laju temperatur turun. Laju turunnya temperatur untuk udara
adalah 8-10 oC
km-1 tergantung
kelembaban. Larutan kurang mampat dibandingkan gas, sementara laju perubahan
temperatur terhadap kedalaman di laut diakibatkan perubahan adiabatik kurang
dari 0,2 oC
km-1
Konsep penting temperatur potensial, q (theta), pada lautan dan
atmosfer didefinisikan sebagai temperatur dimana fluida akan tetap jika dibawa
secara adiabatik dari tekanan yang diambil pada ketinggian atau kedalaman
terhadap tekanan 1000 milibar (yaitu mendekati satu atmosfer pada sea level).
Jadi berbeda dari temperatur in situ dimana temperatur fluida
diukur pada ketinggian atau kedalaman yang sebenarnya. Oleh karena perbedaan
yang besar dalam kemampatan, perbedaan antara temperatur in situ dan potensial sangat kecil di atmosfer tetapi tidak lebih
dari 1,5 oC
di lautan. Temperatur potensial adalah konsep penting bila memperhitungkan distribusi
temperatur vertikal dan
2.3 Diagram T-S
Diagram T-S digunakan untuk membuat plot temperatur in situ dan data salinitas untuk sampel
air dan selanjutnya untuk mengenali massa air. Gambar 2.3 adalah diagram T-S.
Kontur-kontur tersebut adalah garis yang mempunyai densitas yang sama. Angkanya
adalah harga st (sigma-t) yang digunakan
dalam oseanografi fisika.
-3
|
2.3.1 Menggunakan st
st adalah
lambang yang mengekspresikan densitas sampel air laut pada tekanan atmosfer
seperti yang ditentukan dari pengukuran temperatur in situ dan salinitasnya. Contoh, pada Gambar 4.13, st air laut pada 5 oC (temperatur in situ) dan salinitas
33,5 kg m-3.
Densitas air tersebut adalah 1,0265x103 kg
m-3.
Bentuk umum:
st =
(r-1000) kg m-3 (2.2)
dan st juga dikenali sebagai densitas anomali.
Definisi dalam persamaan 2.2 adalah baru, nilai st biasanya tanpa satuan karena lebih praktis hingga
akhir tahun 1980-an. Dengan lautan sebagai suatu kesatuan, kisaran temperatur
adalah 0-25 oC
sementara salinitas adalah 34-36 dan lebih kecil di cekungan laut . Temperatur
lebih mempengaruhi densitas dibandingkan salinitas, contoh, untuk temperatur
yang besar dari 5 oC, perubahan temperatur 1 oC akan
mempengaruhi densitas, tetapi perubahan salinitas berpengaruh hanyalah 0,1.
Hal di atas tidak akan ditemukan di daerah ekuator dan lintang tinggi
dimana perubahan temperatur musimannya tidak begitu besar, sementara
penguapan/presipitasi dan pembentukan/pelelehan es dapat menyebabkan variasi
salinitas dan selanjutnya menyebabkan variasi densitas di permukaan air.
Gambar 2.4
(a) Profil t untuk lintang yang berbeda. Daerah dimana
densitas cepat berubah dikenal
sebagai piknoklin. Pertemuan ketiga kurva di bawah 2000 m adalah akibat variasi
regional temperatur dan salinitas di laut-dalam yang relatif kecil.
(b) Formasi lapisan permukaan tercampur meubah profil
densitas, dengan pembentukan piknoklin (lihat (a)) di dasar lapisan tercampur. (The Open University, 1995).
Diketahui
bahwa temperatur dan salinitas di kedalaman laut di bawah 500- 1000 m tidak
banyak bervariasi. Gambar 2.4(a) (overleaf) menunjukkan bagaimana hal ini
menyebabkan sedikit peningkatan st terhadap kedalaman di
bawah 1000 m. Profil st di bawah 2000 m hampir
vertikal. Pada kedalaman kurang dari 500 m di lintang tengah dan rendah, st bertambah dengan cepat terhadap kedalaman di bawah
lapisan permukaan tercampur, dan kurva pada Gambar 2.4(a) hampir horisontal.
Suatu tahapan langkah dalam profil densitas disebut piknoklin. Di laut terbuka, piknoklin biasanya bergabung dengan
termoklin, walaupun posisi dan kemiringan tergantung pada distribusi
sallinitas. Piknoklin utama bertemu dengan termoklin permanen. Air dalam
piknoklin haruslah sangat stabil yaitu diperlukan jumlah energi yang banyak
untuk bergerak ke atas atau ke bawah. Piknoklin utama membentuk batas terendah
atau ‘lantai’ terhadap turbulensi yang disebabkan oleh proses-proses
pencampuran di permukaan. Proses-proses pencampuran di lapisan permukaan
cenderung meningkatkan kestabilan di dasarnya dengan adanya pengembangan
piknoklin (Gambar 2.4(b)).
Kedalaman
lapisan permukaan tercampur (Bagian 2.3) tergantung kekuatan angin dan
proses-proses yang cenderung menyebabkan stabilitas gravitasi vertikal seperti
pemanasan permukaan dan presipitasi. Pemanasan dan presipitasi menyebabkan
pengurangan densitas permukaan air : air hangat lebih ringan dari air dingin
dan air tawar lebih ringan dari air laut.
Kolom air yang
stabil disebut terstratifikasi/berlapis,
yang terdiri dari lapisan-lapisan (strata) air dimana densitasnya bertambah
terhadap kedalaman, yaitu adanya batas antara lapisan (Bagian 4.4.2).
Terdapat tahap stratifikasi stabilitas: kolom air yang terlapis kuat (peningkatan
densitas yang cepat terhadap kedalaman) lebih stabil dari yang terlapis lemah
(peningkatan densitas yang lambat terhadap kedalaman). Kolom air yang tercampur dengan baik (contoh,
lapisan permukaan tercampur) secara definisi tidak terlapis dan dengan sedikit
perturbasi (contoh, turbulensi, adveksi ke dalam air dengan T atau S yang
berbeda) dengan mudah membuatnya tidak stabil dan menyebabkan pencampuran
vertikal.
2.3.2 sq dan
Stabilitas Vertikal
Diagram T-S
sangat berguna untuk mengenali dan melacak massa-massa air di laut. Densitas harus bertambah
terhadap kedalaman untuk memastikan
stabilitas gravitasi di laut. Kompresi adiabatik menaikkan temperatur air-dalam
sehingga temperatur in situ bertambah
dengan cepat dibandingkan temperatur potensial dengan bertambahnya kedalaman. Tetapi st ditentukan dengan menggunakan temperatur in situ tanpa koreksi perubahan
adiabatik sehingga mewakili densitas yang lebih kecil dari yang dimiliki
sebenarnya oleh air di sebarang kedalaman. Dalam kasus tertentu, perbedaannya
cukup kecil untuk diabaikan tetapi terjadi sehingga plot salinitas dan temperatur
in situ menunjukkan pengurangan st terhadap kedalaman terutama untuk sampel air-dalam.
Ketidakstabilan ini akan hilang bila temperatur potensial, q (Bagian 4.2.1) digunakan
dengan salinitas pada diagram q-S untuk menentukan nilai sq (sigma-theta) dan densitas
potensial (yaitu anomali
densitas potensial
sq = (densitas potensial –
1000) kg m-3).
Oleh karena air
di permukaan dipengaruhi tekanan atmosfer, maka koreksi
adiabatik tidak perlu dilakukan sehingga st dan sq untuk sampel air permukaan
harus sama.
Tabel 2.1
menunjukkan bagaimana st (dihitung dari salinitas
dan temperatur in situ yang diukur) di Palung Mindanao di luar Filipina bertambah
sampai pada 4450 m dan kemudian berkurang lagi. Hal ini menyatakan bahwa kolom air
secara gravitasi tidak stabil. Tetapi bila temperatur in situ dikonversi ke temperatur potensial, st digantikan oleh sq maka kondisi menjadi stabil.
Tabel 2.1 Perbandingan temperatur in situ dan potensial di Palung Mindanao di luar Pulau Filipina, lihat juga Gambar 4.5 (The Open University, 1995).
Temperatur
|
Densitas
|
||||
Salinitas
|
In situ
(oC)
|
Potensial (oC)
|
st
(kg m-3)
|
sq
(kg m-3)
|
|
1 455
2
470
3
470
4
450
6
450
8
450
10
035
|
34,58
34,64
34,67
34,67
34,67
34,69
34,67
|
3,20
1,82
1,59
1,65
1,93
2,23
2,48
|
3,09
1.65
1,31
1,25
1,25
1,22
1,16
|
27,55
27,72
27,76
27,76
27,74
27,72
27,69
|
27,56
27,73
27,78
27,78
27,79
27,79
27,79
|
Tabel 2.1 menunjukkan perbedaan antara temperatur in situ dan potensial mencapai 1 oC di bawah 8 km sementara perbedaan di
kedalaman 1 km hampir 1/10 derajat. Perbedaan menjadi kecil dengan berkurangnya
kedalaman tetapi perlu diketahui bahwa terdapat gradien temperatur adiabatik
yang kecil walaupun di lapisan permukaan tercampur atau isotermal. Perbedaannya
kecil tetapi sensitivitas peralatan modern berarti bahwa dalam beberapa kasus,
koreksi pengaruh adiabatik mendatangkan keuntungan walaupun untuk atas 200 m
laut. Teknologi modern menyebabkan temperatur potensial, q otomatis diperoleh dari
pengukuran temperatur in situ dan sq digunakan sebagai
referensi st.
Gambar 4.5 Dua pola
distribusi temperatur di
Palung Mindanao (digunakan
dalam Soal 4.6). Konturnya dalam
oC dan
mewakili temperatur in situ atau
potensial, . Lihat juga Tabel 4.1. (The
Open University, 1995).
2.3.3 Penggunaan Diagram T-S
Diketahui
bahwa massa air dapat dikenali dari ciri T-S. Contohnya, daerah dekat sumber
tersebut, ketiga massa air utama di Samudra Atlantik (batasnya dijelaskan pada
Gambar A1 dan jawaban Soal 4.1) dikarakteristik oleh kisaran temperatur
dan salinitas berikut:
Antarctic Bottom Water (AABW) -0,5 o – 0 oC dan 34,6 – 34,7 North Atlantic Deep Water (NADW) 2
o – 4 oC dan 34,9 – 35,0 Antarctic
Intermediate Water (AAIW) 3
o – 4 oC dan 34,2 –
34,3
Diagram T-S
dapat digunakan untuk mengenali massa air dan menentukan pencampuran massa air,
contoh, Gambar 4.6 adalah diagram T-S dimana data T dan S diplot untuk stasiun
di selatan ekuator Atlantik. ‘Tanda’ T dan S dari tiga massa air di atas juga
ditunjukkan.
Kedalaman air
antara 1400 m dan 3800 m adalah NADW yang kurang tercampur walaupun pada
lintang rendah stasiun (9 oC). NADW dianggap sebagai massa air tunggal tetapi pada
kenyataannya terdapat lebih dari satu, dengan daerah sumber utamanya di
Laut-laut Norwegia dan Greenland.
Pengaruh AABW dikenali di dasar kurva T-S pada Gambar 2.6 walaupun air dasar ini telah melalui ribuan kilometer dari asalnya di Antartika. Sebaliknya, air di kedalaman 800 m masih menunjukkan gambaran AAIW, tetapi massa air ini dianggap ‘hilang’ oleh pencampuran dengan air permukaan di atas dan air yang lebih dalam di bawahnya.
Gambar 4.6 Suatu contoh diagram T-S untuk pengamatan dari kedalaman 150 m
hingga 5000 m pada 9 oS di Samudra
Atlantik. Konturnya adalah (kg m-3). Titik adalah sampel individu air laut; angka
adalah kedalaman dalam meter. Warna biru adalah kubus yang mewakili massa-massa
air utama sub permukaan Atlantik.
t
|
Berdasarkan pada
pertanyaan 4.7, perlu diingat bahwa peningkatan densitas dari kurva T-S
berhubungan dengan penambahan kedalaman. Untuk diagram seperti Gambar 4.6,
dimana kurva T-S memotong kontur sedemikian rupa sehingga densitas bertambah
terhadap kedalaman, kolom air secara gravitasi haruslah stabil. Semakin cepat
laju peningkatan densitas terhadap kedalaman maka akan semakin jelas
stratifikasi, dan kolom air akan semakin stabil secara gravitasi: yaitu air
paling stabil dalam piknoklin. Sebaliknya, dimana kurva T-S paralel dengan
kontur maka densitas di kolom air seragam, yaitu air tercampur dengan baik
(tidak berlapis-lapis) dan tidak stabil.
Perlu
diketahui bahwa air laut sedikit mampat dan densitas asli air laut haruslah
lebih besar dari densitas potensialnya karena st dan sq biasanya ditentukan dengan
asumsi tekanan atmosfer (walaupun densitas potensial dapat diketahui dengan
referensi pada tekanan tertentu, misalnya 200 atmosfer sama dengan kedalaman
200 m). Kompresibilitas air laut juga berarti bahwa densitas asli meningkat terhadap
kedalaman (4% lebih besar pada kedalaman 10 000 m dari permukaan). Jadi,
berdasarkan persamaan hidrostatik (4.1), dengan versi Gambar 4.2 yang lebih
besar dan detail, grafik akan sedikit berbeda tetapi progresif dari garis lurus
terhadap kedalaman karena bentuknya yang turun/jatuh. st, sq dan g
Persamaan yang
digunakan untuk menentukan densitas air laut dari temperatur, salinitas dan
tekanan telah diperbaiki selama beberapa tahun terakhir. Hasilnya sedikit
berbeda untuk densitas (r) dan juga anomali densitas (r - 1000). Awal tahun
1980-an, dikatakan bahwa simbol s (sigma)
digantikan oleh g (gamma) untuk menggambarkan perbedaan tersebut. Pergantian
ini terjadi sangat lambat sehingga s masih digunakan dibandingkan g, disamping karena
perbedaan numerik antara keduanya yang sangat
kecil.
2.3.4 Properti Konservatif dan Non-konservatif
Ada dua alasan
mengapa diagram T-S merupakan alat yang penting untuk mengenali dan melacak
massa-massa air. Pertama, temperatur dan salinitas mudah diukur. Kedua, pada
saat air tidak lagi menyentuh atmosfer, yaitu meninggalkan lapisan permukaan
tercampur dan berada di bagian utama badan laut, properti ini dapat diubah oleh pencampuran dengan air yang mempunyai
karakteristik T dan S yang berbeda. Oleh karena itu, T dan S dikenali
sebagai properti konservatif.
Temperatur in situ dapat diubah oleh proses-proses
selain pencampuran misalnya kompresi adiabatik atau ekspansi. Temperatur
potensial dikoreksi sehingga merupakan properti konservatif. Diagram T-S
digantikan oleh diagram q-S yang digunakan dengan cara yang sama seperti
yang dijelaskan Bagian 2.3.3 untuk
Gambar 2.6. Massa air juga dapat
dikenali oleh karakteristik kimia dan biologinya, contohya, dengan kandungan
oksigen terlarut atau nutrien. Untuk kasus massa air bagian atas dikenali
dengan adanya komunitas organisme tertentu. Properti-properti ini dapat berubah
oleh proses-proses selain pencampuran
terutama proses biologi sehingga disebut properti
non-konservatif.
Definisi di
atas hanya berlaku di daerah yang jauh dari batas dengan atmosfer dan dasar
laut. Pada batas ini, terdapat perolehan atau kehilangan panas, garam atau air
tawar oleh radiasi solar, hujan, aliran sungai, fluks panas kerak dst.
Perbedaan antara properti konservatif dan non-konservatif dan sifatnya
sangatlah penting dalam oseanografi.
Air yang
keluar dari outlet hidrotermal berbeda dengan nilai temperatur dan salinitas
yang mengelilingi air dasar. Temperatur dan salinitas adalah properti
konservatif sehingga dapat digunakan untuk melacak gerakan air hidrotermal
dengan cara yang sama dilakukan pada massa-massa air utama.
Sebenarnya, jumlah Ca2+ yang
dipindahkan dari larutan oleh proses-proses biologi adalah sedikit dibandingkan
hubungannya dengan konsentrasi total dan
kalsium dianggap sebagai konservatif oleh kebanyakan oseanografer. Perubahan
konsentrasi bikarbonat (HCO3-) adalah besar sehingga unsur
ini dimasukkan dalam kelompok non- konservatif.
2.4 Proses Pencampuran Di Lautan
Inhomogenitas laut terjadi
dalam bermacam skala, skala terbesarnya adalah massa air yang dibahas pada awal
bab. Proses pencampuran bertindak menyamakan inhomogenitas tersebut: di
dalamnya termasuk proses-proses yang sangat lambat seperti difusi molekul dan
proses-proses pencampuran turbulen yang sangat cepat.
2.4.1 Difusi Molekul
dan Turbulen
Walaupun dalam fluida yang diam, jika substan terlarut menyebar tidak seragam maka substan akan menurunkan gradien konsentrasi untuk menyamaratakan distribusi. Proses ini disebut difusi molekul yang merupakan hasil gerakan molekul-molekul individu. Distribusi panas yang seragam tercapai dengan cara yang sama: di daerah dengan temperatur tinggi, molekul- molekulnya mempunyai energi kinetik yang lebih besar. Difusi molekul panas terjadi bila energy molekul menggerakkan (difusi) gradien temperatur ke daerah-daerah dengan temperatur rendah dimana molekul-molekul bergerak perlahan dan memindahkan sedikit dari kelebihan energinya ke molekul-molekul tersebut. Proses konduksi terjadi seperti di atas dalam fluida.
Gambar 2.7 Ilustrasi diagramatik perbedaan antara (a) aliran laminar dan (b) aliran turbulen (The Open University, 1995)
Air di laut
biasanya bergerak dalam aliran turbulen dan jarang dalam aliran laminar.
Perbedaan kedua aliran ditunjukkan oleh Gambar 4.7. Bila fluida bergerak dalam
aliran laminar maka pencampuran terjadi terutama oleh difusi molekul.
Turbulensi (Gambar 2.7(b)) dapat mendekati air dengan karakteristik yang
berbeda. Hal ini melibatkan pencampuran yang besar. DI lautan, pencampuran
banyak terjadi disebabkan oleh difusi
turbulen yang lebih cepat dari pada difusi molekul. Difusi harus menempati
‘ke arah gradien’ temperatur atau konsentrasi yaitu dari temperatur, garam
terlarut, nutrien, gas terlarut dsb yang tinggi
ke rendah. Laju difusi turbulen
jauh lebih besar dari laju difusi molekul.
Turbulensi di
laut berkaitan dengan proses-proses berskala besar: gerakan gelombang oleh
angin; pembalikan konvektif akibat perbedaan densitas; arus geser vertikal atau lateral (yaitu variasi kecepatan terhadap
kedalaman atau melewati aliran); gerakan air melalui lantai laut yang tidak
rata atau di sepanjang pantai yang tidak rata; arus pasut yang bervariasi
terhadap waktu dan tempat; dan perjalanan olakan yang bergabung dengan arus .
Laut lebih
luas dibandingkan kedalamannya, yaitu mencapai 10.000 km dibandingkan kedalaman
yang 5 km, sementara gradien horisontal temperatur kurang dari gradien
vertikalnya. Temperatur dapat berubah sebesar 10 oC atau lebih di kedalaman 1 km, dan
normal bergerak ribuan kilometer secara horisontal dan mengalami perubahan temperatur sebesar 10 oC. Skala pencampuran turbulen
horisontal lebih besar dari pada pencampuran
turbulen vertikal yang
cenderung berlawanan dengan kestabilan gravitasi vertikal hasil
peningkatan densitas terhadap kedalaman. Pendeknya, pengaruh stratifikasi
densitas menghambat pencampuran vertikal.
2.4.2 Stratifikasi dan Mikrostruktur
Alat yang
dapat memberikan profil temperatur dan salinitas kontinu laut menggambarkan
bentuk stratifikasi berskala yang dikenali sebagai mikrostruktur laut. Profil bertahap dimana lapisan-lapisan
homogen air dipisahkan oleh
batas-batas tipis dengan gradien temperatur dan salinitas yang curam (Gambar 2.8)
ditemukan di beberapa daerah. Skala bentuk- bentuk tersebut bervariasi, yaitu
ada lapisan yang tebal sebesar 20-30 m
(Gambar 2.8(a)), sementara yang lain mungkin lebih kecil hanya setebal 0,2-0,3
m (Gambar 2.8(c) dan (d)). Lebar lateralnya hanya beberapa kilometer untuk
lapisan yang paling tebal dan hanya ratusan meter untuk lapisan yang paling
tipis. Temperatur dapat berkurang atau bertambah terhadap kedalaman dalam
profil bertahap tetapi bila temperatur bertambah terhadap kedalaman (inversi
temperatur) maka salinitas juga akan bertambah terhadap kedalaman, jika tidak
batas antara lapisan menjadi tidak
stabil. Tetapi bila temperatur berkurang terhadap kedalaman, salinitas dapat
bertambah atau berkurang terhadap
kedalaman.
kedalaman.
Gambar 2.8 Profil temperatur bentuk tangga-(a), (b), (c)- dan
salinitas (d), dari lokasi luar pantai Kalifornia. Profil (a)-(c) adalah
pengembangan dari suksesi untuk menunjukkan skala stratifikasi yang dapat
dideteksi. Mikrostruktur dapat muncul di sebarang kedalaman tetapi umum
terdapat di dalam dan di atas termoklin utama. (The Open University, 1995).
Oleh karena
densitas bertambah untuk tiap tahap, mikrostruktur secara vertikal stabil dan
cenderung menghambat pencampuran vertikal. Difusi molekul akan menghilangkan
perbedaan antara lapisan air, dalam waktu tertentu. Walaupun demikian, batas
yang tahan antara lapisan dalam mikorstruktur laut menunjukkan bahwa terdapat
proses-proses yang bertindak mempertahankan perbedaan yang ada, dan mengatasi
pengaruh difusi molekul. Bermacam hipotesa disarankan untuk menghitung
mikrostruktur laut dan untuk proses-proses yang bertindak mempertahankan hal
tersebut. Proses-proses yang berbeda mendominasi dalam skala yang berbeda di
bagian laut yang berbeda. Di sini dijelaskan dua mekanisme yang mungkin
mempertahankan mikrostruktur laut.
Gambar 2.9 Kondisi gravitasi yang stabil menjadi tidak stabil bila
air salin yang hangat (biru
cerah) berada di atas air kurang salin yang dingin ( biru gelap) sehingga
menyebabkan penambahan tangga pada profil densitas. (a) difusi panas yang cepat
(panah pendek) dari garam akan mengarah pada (b) dan (c) yaitu pembentukan salt
finger (panah panjang) bila profil densitas menjadi tidak stabil. Skema (d) menunjukkan
tambahan tangga dalam ‘tangga termohalin’ setelah ‘kejadian’ salt fingering.
Garis yangputus-putus adalah yang sebelum kejadian; garis tebal adalah sesudah kejadian.
Salt fingering adalah hasil difusi ganda atau
pencampuran difusi ganda panas dan
garam. Difusi molekul panas lebih cepat dari garam. Jadi jika pada awalnya
terdapat sistem dua lapisan, dimana air garam yang hangat dan ringan di atas
air yang lebih berat, dingin dan kurang garam. Gambar 2.9 menunjukkan bahwa
proses ini menurunkan densitas lapisan bawah dan meningkatkan densitas lapisan
atas dan menyebabkan kondisi sistem tidak stabil. Hasil yang diperoleh adalah
suatu pola konveksi sel-sel air garam yang turun dan bergabung dengan sel-sel
yang kurang garam yang naik.
Skala konveksi
sel hanya beberapa sentimeter sehingga pengaruh salt fingering tidak akan
memecahkan stratifikasi tetapi menciptakan ‘tangga termohalin’ seperti
ilustrasi Gambar 2.8 dan menyebabkan mikrostruktur lebih jelas dan detail
dengan menambah tahap intermediate (Gambar 2.9(d)).
Diketahui
bahwa mikrostruktur secara gravitasi stabil bila densitas bertambah terhadap
kedalaman. Bila air stabil maka osilasi akan terjadi jika diubah secara
vertikal. Hasilnya adalah gelombang-gelombang
internal yang memberikan energi pada laut dengan cara yang sama seperti
gelombang permukaan. Gelombang tersebut terbentuk di batas antara lapisan yang
berbeda densitas yang berkaitan dengan kecepatan geser yaitu dimana air atas
dan bawah batas bergerak berlawanan arah atau dalam arah yang sama dengan laju
yang berbeda. Pergeseran tersebut dapat menyebabkan kondisi tidak stabil lokal
dalam bentuk gelombang atau pemecah (Gambar 2.10) yang mengarah pada
pencampuran turbulen air langsung di atas dan bawah batas. Sementara untuk salt
fingering, pengaruh ini untuk menciptakan lapisan intermediate antara dua
lapisan awal, dan selanjutnya membentuk dua tahapan kecil pada profil vertikal
menggantikan satu tahapan yang besar. Hal ini berlanjut dengan tahap berikutnya dalam profil vertikal yang terbentuk pada tiap kondisi.
menggantikan satu tahapan yang besar. Hal ini berlanjut dengan tahap berikutnya dalam profil vertikal yang terbentuk pada tiap kondisi.
Gambar 2.10 pencampuran
dan mikroperlapisan disebabkan oleh gerakan gelombang internal. Tahap 1
menunjukkan lapisan densitas rendah berada di atas dan bergerak lebih cepat
dari yang densitasnya tinggi sehingga laju relatifnya berlawanan (panah). Pada
tahap selanjutnya (2-8), kedua lapisan kehilangan kekompakannya sebagai
bentukan gelombang internal dan pecah menjadi pecahan-pecahan turbulen. Pecahan
tersebut cepat merata oleh stratifikasi yang menyebabkan pertambahan perlapisan
mikrostruktur sebagai gerakan balik. (The
Open University, 1995).
Satu dari pengamatan awal
proses tersebut terdapat pada awal
1970-an yaitu ketika penggunaan warna pelacak membantu
penyelam mengamati gelombang internal pecah di termoklin, luar Pulau Malta.
Gelombang internal biasanya muncul dalam bermacam skala dan merupakan fenomena
umum di laut. Merupakan hal yang sangat penting berkaitan dengan osilasi pasut
di sepanjang pinggiran benua. Gelombang ini cukup besar untuk dideteksi pada
fotografi aerial dan citra satelit dengan syarat berada tidak terlalu dalam.
2.4.3 Front
Front laut adalah batas kemiringan antara badan air yang berbeda
karakteristik. Front juga analog dengan front atmosfer antara massa udara yang
berbeda dan muncul dalam skala yang berbeda. Keduanya terbentuk dalam estuari
(antara air sungai dan air estuari yang
tinggi salinitasnya), dan di luar mulut-mulut estuari (antara air estuari dan
air laut). Umumnya terdapat di laut-laut dangkal dan memisahkan air terlapis
dari air yang tercampur vertikal; dan di sepanjang pinggiran paparan benua,
memisahkan pantai atau air paparan dari air laut terbuka. Dengan skala yang
lebih besar, terdapat front di laut-dalam antara massa air dengan properti yang
berbeda yang selalu bertemu dengan daerah-daerah yang mempunyai arus geser kuat
Di laut-laut paparan, arus
pasut mempunyai kecepatan yang cukup untuk mendekati lantai laut dan merupakan
faktor penting dalam pencampuran vertikal. Jika terdapat arus geser vertikal
akibat gesekan di dasar laut (Gambar 4.11), hasil turbulensinya membentuk
lapisan tercampur bawah. Jika bagian atas lapisan bawah bercampur dengan dasar
lapisan tercampur atas maka air akan menjadi homogen vertikal, yang merupakan
kondisi biasa terjadi di laut-laut sekitar Britain dan adalah subjek arus pasut
yang kuat (> 0,5 m s-1). Di beberapa daerah, arus pasutnya lemah atau total kedalaman
air lebih besar dan stratifikasi terbentuk pada musim panas. Front di paparan
laut adalah daerah-daerah batas antara air homogen (tercampur sempurna)
dan berlapis-lapis (Gambar
2.12), dimana keseimbangan
antara lapisan dan pencampuran tergantung kekuatan arus pasut.
Insolasi pada musim panas
menyebabkan air permukaan menjadi hangat dan ringan sehingga proses pencampuran
tidak sempurna karena rendahnya kecepatan angin. Termoklin musiman terbentuk.
Pada musim dingin, cuaca yang dingin dan angin mendinginkan lapisan permukaan
sehingga menjadi lebih berat dan tidak stabil dan lebih mudah dipengaruhi
proses pencampuran oleh angin dan gelombang. Termoklin terdorong ke daerah
lebih dalam dan kemudian memotong bagian atas lapisan tercampur bawah; seluruh
kolom air akan tercampur.
Gambaran front yang jelas
adalah pada perbedaan densitas antara air masing-masing bagian front. Front itu
sendiri biasanya ditandai oleh garis busa atau sisa-sisa yang mengapung (Gambar
2.13(a)) karena front adalah daerah-daerah dimana air permukaan saling bertemu
pada bagian-bagian batas. Konvergensi tersebut disebabkan oleh angin di
permukaan tetapi juga merupakan hasil perbedaan
densitas di sepanjang front.
Gambar 2.11 Variasi laju dengan ketinggian di atas dasar laut untuk menggambarkan prinsip geseran arus vertikal; tiap ‘lapisan’ bergerak lebih cepat dari yang di bawahnya. (The Open University, 1995).
Gambar 2.12 Ilustrasi tentang bagaimana front terbentuk antara
air homogen (kanan) dan air terlapis
(kiri) di paparan laut. Lapisan tercampur bawah disebabkan oleh arus pasut
sementara lapisan tercampur atas disebabkan oleh pencampuran oleh angin dan
batas bawahnya adalah termoklin musiman (kemungkinan bertemu dengan piknoklin).
Kedua lapisan tercampur akan bersatu dan bercampur dimana airnya lebih dangkal.
(The Open University, 1995).
Gambar 2.13(b)
menggambarkan bagaimana densitas berkaitan dengan konvergensi dan turunnya air
permukaan. Secara definisi, front
memisahkan air yang berbeda densitas di sepanjang batas-batas kemiringan.
Terdapat gradien densitas yang jelas pada batas tersebut sehingga front
dikenali oleh dekatnya ruang-ruang (khayalan) permukaan yang mempunyai densitas
yang sama atau permukaan isopiknal (juga
dikenali sebagai permukaan isopiknik; kontur
dengan densitas yang sama disebut isopiknal).
Oleh karena permukaan isopiknal mempunyai kemiringan maka air ‘meluncur’ ke
bawah. Air yang turun membawa air lebih banyak dari atas untuk mempertahankan
suplai air. Turunnya air biasanya disebut untuk bagian front ‘lebih berat’
(Gambar 2.13(b)), dan air berat kadang-kadang disebut tersubduksi di bawah air yang ringan di
bagian lain front.
Gambar 2.13 (a) Garis khas busa, yang merupakan ekspresi permukaan front (lihat (b)) pada 42o20’ N, 8o54’ W. (The Open University, 1995).
(b)
Ilustrasi skematik
konvergensi dan penenggelaman air permukaan di sepanjang batas frontal. Gradien
densitas yang tinggi di sepanjang front diwakili oleh kemiringan permukaan
isopiknal. Skala vertikal diperbesar.
Oleh karena
properti air di kedua bagian front berbeda maka front mudah dikenali dari
fotografi aerial (foto udara) dan citra satelit terutama bila terdapat
perubahan kekasaran permukaan dan refleksi optiknya. Temperatur air biasanya signifikan berbeda
untuk tiap bagiannya dan air dingin yang kurang berlapis (tercampur baik) di
suatu bagian memiliki banyak nutrien dibandingkan air hangat yang berlapis di
bagian lainnya. Hasilnya, front biasa dikenali berdasarkan perbedaan produksi
biologi dan temperaturnya dimana keduanya berhubungan (Gambar 2.14).
Diketahui
bahwa front juga terbentuk akibat kecepatan geser lateral sistem arus dimana
badan air bergerak dalam arah yang sama tetapi dengan laju yang berbeda. Batas
Arus Teluk biasanya tidak seperti gambaran di atas: ‘dinding dingin’ memisahkan
air hangat Arus Teluk dari air dingin di bagian daratannya. Ini merupakan satu
dari ciri khas zona frontal dengan
lebar 30-50 km dimana temperatur berubah sebesar 10 oC.
Gradien
temperatur front-front utama biasanya berkurang: sebesar 2 oC untuk 20
km. Front yang lebih kecil di air estuari dan pantai lebih tajam (Gambar 4.13).
Penjelasan tentang skala vertikal pada Gambar 2.12 dan 2.14 yang diperbesarkan
perlu diketahui karena kemiringan front pada sudut rendah dari horisontal
adalah sebesar 1 dalam 100.
Pencampuran
terjadi di sepanjang front yang merupakan pertimbangan penting misalnya untuk
pertukaran air pantai dan laut terbuka karena pencampuran mengatur pergerakan
polutan ke laut-dalam. Mekanisme pencampuran termasuk pengeluaran dua massa air
tiap bagian front dan menghasilkan ‘mikrostruktur frontal’ dimana proses-proses
pencampuran berskala kecil seperti yang dibahas pada Bagian 4.4.2 terjadi; dan
pembentukan olakan dengan adanya kecepatan geser.
Gambar 2.14 (a) Front dalam Arus Falkland terlihat kontras dengan produksi plankton. Di
sebelah kanan front, warnanya lebih pudat karena tingginya populasi planton
(ledakan fitoplankton) sementara di sebelah kiri, lautnya relatif kosong. Front
menunjukkan karakteristik swirl dan eddy yang ditemukan hampir di semua daerah
front terutama di bagian yang berkaitan dengan perubahan kecepatan arus
(geseran kecepatan lateral) di sepanjang front (bagian 4.4.4). jarak dari atas
ke bawah gambar adalah kira-kira 100 km. (b)
Terdapat korelasi antara temperatur permukaan laut (atas) dan produktivitas
biologi (fitoplankton, bawah), pada tiap bagian front di luar selatan kalifornia,
berdekat dengan ujung paparan benua. Air paparan benua tersebut lebih dingin
dan kaya nutrien (karena pencampuran dan runoff dari daratan) dari air terlapis
di lepas pantai. Gambar juga menunjukkan bagaimana pola yang berbentuk
gelombang dan eddy terbentuk di sepanjang front (Bagian 2.4.4). Jarak dari atas
ke dasar pada gambar adalah 700 km. (The
Open University, 1995).
4.4.4 Olakan
Swirl dan olakan berkaitan
dengan front dan arus (Gambar 4.14) terjadi untuk sebarang skala dan dihasilkan
dari arus geser pada aliran. Pembentukan olakan kecil dapat diamati pada aliran
arus sungai yang cepat atau arus pantai (pasut).
Olakan skala meso terbentuk bersama sistem arus utama
seperti Arus Teluk, dan mempunyai hubungan yang sama dengan massa-massa air laut
yaitu hubungan seperti depresi atmosfer dan antisiklon terhadap massa udara,
tetapi sepuluh kali lebih kecil (Gambar 4.15). Mempunyai skala panjang 100 km
dan kedalaman ratusan hingga ribuan meter, sementara skala waktu (‘waktu
hidup’) mencapai dua tahun. Keberadaannya tidak diketahui hingga tahun 1960-an
dan tidak dipastikan hingga tahun 1970-an karena sulit dikenali dan dilacak
dengan tehnik kapal konvensional. Pada saat ini pengamatan dilakukan dengan
satelit (Gambar 2.16).
Olakan skala meso memainkan peran penting dalam proses pencampuran laut berskala besar karena adanya transfer volume air dengan nilai T dan S yang jelas dan juga properti lain dari satu bagian sistem arus ke yang lain (Gambar 2.16).
Gambar 2.15
‘Peta’ mesoskala
eddy dengan kontur perbedaan temperatur pada kedalaman 700 m di barat laut Atlantik. Kontur nol
mewakili temperatur, dan warna biru dan merah mewakili air yang dingin dan
hangat. Tipe eddy biasa disebut cold-core
eddy. (The Open University, 1995).
Gambar 2J.16 Citra satelit infra merah mesoskala
eddy ‘berada jauh’ dari Arus Gulf di timur
Cape Hatteras. Warna coklat adalah daratan, merah dan ungu adalah air permukaan
yang hangat dan dingin; warna kuning, hijau dan biru menunjukkan temperatur
menengah. Dua cold-dore eddy membentuk selatan Arus Gulf (warna hijau yang
dikelilingi warna kuning) dan dua warm-core eddy dalam proses membentuk bagian
utaranya (warna kuning yang dikelilingi warna hijau). Eddy ini memindahkan air
dingin dari utara ke selatan Arus Gulf dan
air hangat dari selatan ke utara. (The
Open University, 1995).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Massa-massa air analog dengan massa-massa udara. Dapat
dikenali dari kombinasi karakteristik temperatur dan salinitas dan properti
lain. Batas massa-massa air berkaitan terhadap sistem arus permukaan oleh
angin. Massa air bawah permukaan mempunyai kisaran temperatur dan salinitas
yang kecil yang diperoleh dari kondisi
permukaan daerah sumber
dimana massa air tersebut terbentuk dan turun akibat peningkatan
densitas. Gerakan massa air bawah permukaan dibangkitkan oleh densitas dan
disebut sirkulasi termohalin.
2.
Temperatur dan salinitas mengontrol densitas, tetapi tekanan
juga merupakan faktor penting. Tekanan bertambah secara linear terhadap
kedalaman di laut karena sifat kemampatan air. Tekanan 1 atmosfer (105 Nm-2 atau 1000
mbar) digunakan oleh 10 m kolom air. Udara dingin naik secara adiabatik akibat
ekspansi dengan turunnya tekanan. Air dipanaskan secara adiabatik akibat
peningkatan tekanan dan sedikit pernambahan kemampatan terhadap kedalaman.
Temperatur potensial (q) air adalah pengukuran temperatur insitu setelah dikoreksi pemanasan
adiabatik.
3.
Sigma-t (st) mewakili densitas air
laut pada tekanan atmosfer berdasarkan salinitas dan temperatur insitu. Sigma-q (sq) mewakili densitas air
laut pada tekanan atmosfer berdasarkan salinitas dan temperatur potensial q. Diagram T-S adalah
kontur nilai st dan digunakan untuk
mengenali massa air dan menentukan tingkat pencampurannya. Diagran q-S adalah kontur nilai sq dan digunakan dengan cara yang sama. Piknoklin
adalah daerah dimana densitas bertambah dengan cepat terhadap kedalaman
dan piknoklin utamanya bertemu dengan
termoklin permanen.
4.
Properti konservatif air laut adalah yang berubah akibat
pencampuran yaitu pada saat air tidak berhubungan lagi dengan atmosfer dan
dengan pengaruh luar lainnya. Properti non- konservatif adalah yang berubah
oleh proses-proses selain pencampuran. Temperatur (temperatur potensial) dan
salinitas adalah properti konservatif; konsentrasi oksigen terlarut
dan nutrien adalah properti non-konservatif.
5.
Pencampuran terjadi akibat difusi molekul dan turbulen.
Difusi turbulen lebih cepat
dari difusi molekul.
Skala pencampuran horisontal
lebih besar dari pencampuran vertikal di laut
karena lebar laut yang sangat luas: rasio kedalaman. Stratifikasi densitas
menghambat pencampuran vertikal.
6.
Di banyak bagian laut terdapat mikrostruktur yang jelas dan
secara gravitasi stabil dan terdiri dari lapisan air dengan T dan S yang
seragam, dipisahkan oleh gradien temperatur dan salinitas yang tajam.
Proses-proses skala kecil yang beroperasi membentuk dan mempertahankan
stratifikasi adalah salt fingering yang dihasilkan oleh difusi ganda dari panas
dan garam; dan pecahnya gelombang internal akibat kecepatan geser di sepanjang
batas densitas.
7.
Front cenderung membuat batas-batas yang memisahkan air dengan karakteristik yang jelas yaitu
yang berlapisan di satu bagian dan yang tercampur di bagian yang lain. Hal ini
biasa muncul di air paparan benua yang dangkal, pada paparan benua dan di
sepanjang pinggiran benua; dan berkaitan dengan sistem arus lautan. Dikenali
dengan kemiringan permukaan isopiknal (permukaan dengan densitas konstan). Air
yang dekat dengan permukaan turun di sepanjang kemiringan isopiknal. Lebar
front-front utama biasanya beberapa kilometer dan miring ke bawah di bawah air
hangat dan berlapis pada sudut yang sangat kecil.
8.
Olakan terbentuk bila terdapat kecepatan geser dan berkaitan
dengan front dan arus. Olakan skala meso yang terbentuk di sepanjang sistem
arus utama (contoh, Arus Teluk) adalah faktor penting dalam pencampuran skala
besar di laut.
DAFTAR PUSTAKA
Supangat,
Agus., dan Susana. 2003. Pengantar Oseanografi, Pusat Riset Wilayah Laut dan
Sumberdaya Non-hayati Badab Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Hutabarat,
Sahala., dan Stewart M. Evans. 2006. Pengantar
Oseanografi. Penerbit Universits Indonesia (UI-Press). Jakarta
Wibisono, M.
S. 2010. Pengantar Ilmu Kelautan.
Penerbit Universits Indonesia (UI-Press). Jakarta
Talley D Lynne
et al, 2011. Describtive Physical Oceanografi AN INTRODUCTION, Copyright by
Elsiver : London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar